Liputan6.com, Bangkok - Ketidakstabilan politik di Thailand telah mempengaruhi ekonominya. Akan tetapi, sejumlah ekonom menilai, risiko dampak ketidakstabilan itu minim untuk kawasan Asean, bahkan kawasan Asean mendapatkan keuntungan.
Jenderal Prayuth Chan telah merebut kekuasaan lewat kudeta militer pada pekan lalu. Kudeta militer ini dilakukan setelah tujuh bulan protes politik dan dua hari darurat militer.
Perekonomian Thailand pun tidak terlalu bergejolak. Namun, produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi 2,1% pada kuartal I 2014, jauh dari perkiraan. Hal itu mendorong banyak ekonom untuk memangkas proyeksi pertumbuhan Thailand.
Advertisement
Indeks saham Thailand turun hampir 19% dari akhir Oktober 2013. Namun indeks saham Thailand kembali pulih dengan menguat 15% pada awal 2014.
"Dampak negatif ekonomi dari krisis politik telah berpengaruh untuk Thailand. Investor mengakui, ketidak stabilan politik Thailand merupakan kasus terisolasi, dan sebagian besar negara-negara di wilayah ini memiliki keuangan yang kuat, sehingga membatasi risiko penularan," ujar Krystal Tan, Ekonom Capital Economics, seperti dikutip dari CNBC, Selasa (27/5/2014).
Tan menambahkan, modal asing telah mengalir keluar dari Thailand sejak November. Aliran dana asing itu mungkin mengalir ke negara-negara di Asean. "Rata-rata bursa saham di Asia pun cenderung lebih baik sejak November 2013, meski bursa saham Thailand bergerak volatile," kata Tan.
Namun analis lain mengatakan, ekonomi di negara Asean lain akan terganggu karena adanya krisis Thailand.
"Krisis Thailand yang terjadi berdampak negatif untuk sektor pariwisata di kawasan, hal itu mengingat Asia dilihat sebagai satu paket. Jadi bila ada satu negara mengalami masalah, maka persepsinya wilayah itu seluruhnya mengalami krisis," ujar Ekonom Bank of America Merrill Lynch, Chua Hak Bin.
Tetapi ada pandangan lain menilai, Thailand menjadi salah satu berkah untuk negara di kawasan Asean. Tan menyebutkan, kerugian akibat pergolakan politik di Thailand membuat negara tetangga mendapatkan pendapatan dari pariwisata Thailand.
"Vietnam dan Malaysia sebagai negara yang dapat mengalami peningkatan pariwisata akibat gejolak Thailand. Sementara Indonesia dan FIlipina bisa menjadi alternatif investasi yang menarik mengingat perbaikan pada fundamental ekonominya," kata Tan.
Kudeta militer yang terjadi ini memang memaksa perusahaan asing untuk berpikir ulang berinvestasi jangka panjang di Thailand. Produsen mobil Honda bahkan memotong produksi mobilnya di Thailand.
Selain itu, Chua menuturkan, sejumlah perusahaan pun akan memindahkan produksi elektroniknya dari Thailand ke negara-negara yang lebih stabil seperti Malaysia.
Menurut Ekonom Mizuho Bank, Vishnu Varatan, investor sedang mempertimbangkan relokasi basis manufaktur seperti Myanmar, Laos dan Kamboja untuk jangka panjang. Sedangkan negara seperti Vietnam dan Filipina dapat menjadi tujuan investasi jangka pendek mengingat infrastruktur yang sudah mapan. (Ahm/)