Liputan6.com, Jakarta - Sektor minyak dan gas (migas) menjadi hal yang paling dipertanyakan para anggota dewan saat sidang tentang pandangan fraksi terkait Rancangan Undang-Undang Pertangggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 di Gedung Paripurna 2 DPR, Jakarta.
Salah satunya, Fraksi PDIP. Melalui Juru Bicaranya, Sayed Muhammad Mullady, PDIP mempertanyakan perihal target pertumbuhan ekonomi, produksi minyak dan gas yang tidak tercapai pada 2013, sementara nilai rupiah melemah.
"APBN harus dikelola secara tertib, ekonomis, efisien, mempertimbangkan rasa keadilan," kata Sayed, Kamis (3/7/2014).
Dia pun memberikan pandangan jika sistem pengendalian penerimaan negara belum memadai, di mana tarif pajak bagi hasil migas belum konsisten hingga kini.
Menurut dia, pengeluaran pemerintah membiayai Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan gas bumi (SKK Migas) tidak melalui mekanisme APBN menunjukan pemerintah tidak mampu mengelola SKK Migas.
Pandangan lain disampaikan Fraksi PAN. Juru bicara Fraksi PAN Muhammad Idris Lutfi menyinggung penerimaan pajak dari sektor migas yang belum jelas, dan menyarankan pemerintah untuk berhati-hati menerapkan penerimaan negara tersebut.
"Pajak, PPH Migas dan bagi hasil migas. Agar pemerintah lebih berhati-hati menerapkan tarif pajak dan regulasinya. PBB Migas yang belum didukung data akurat sesegara mungkin dilakukan," ungkapnya.
Menurut dia, pemerintah harus menuntaskan kebijakan penerimaan hasil migas, sehingga tidak berpotensi kehilangan pendapatan negara.
Selain itu dia juga meminta memasukkan pendanaan SKK Migas dalam APBN. "Menetapkan mekanisme pendanaan SKK Migas melalui mekanisme APBN," pungkas dia. (Pew/Nrm)