Rapat Ekonomi RI, CT Kumpulkan Menteri dan Bos BI

Rapat koordinasi untuk membahas mengenai stabilitas keuangan menyangkut kondisi inflasi, makro ekonomi dan neraca berjalan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Jul 2014, 10:26 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2014, 10:26 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia (4)
Ilustrasi Bank Indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menggelar rapat koordinasi (rakor) mengenai stabilitas kondisi makro ekonomi Indonesia pada hari ini. Beberapa fokus yang akan dibahas terkait inflasi, defisit neraca transaksi berjalan sampai penggunaan transaksi menggunakan mata rupiah.

Dari pantauan Liputan6.com, Jumat (4/7/2014), rakor diselenggarakan di Gedung BI. Sejak pukul 09.00 WIB telah hadir beberapa menteri, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Menteri Keuangan Chatib Basri.

Hadir pula Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar, Gubernur BI Agus Martowardojo dan banyak lainnya.

Beberapa menteri, termasuk CT masih enggan membeberkan mengenai pembahasan dalam rakor. Namun Wamenkeu Bambang Brodjonegoro mengaku rakor ini hanya bentuk koordinasi antara pemerintah dan BI.

Saat ditanya apakah rapat akan menyinggung soal maraknya transaksi dengan dolar Amerika Serikat (AS), Bambang bungkam. "Nggak kok, ini koordinasi antara BI dan pemerintah saja," tutur Bambang.

Sementara Kepala BKPM, Mahendra lebih terbuka. Dia mengatakan, rakor ini akan membahas mengenai stabilitas keuangan dengan menyangkut kondisi inflasi, makro ekonomi dan antisipasi dengan perkembangan neraca berjalan Indonesia.

"Sedangkan transaksi menggunakan dolar yang banyak ada di sini menjadi salah satu instrumen yang akan dibahas, tapi nggak terlalu fokus ke situ. Karena itu kaitannya dengan konsistensi pelaksanaan Undang-undang (UU) sebagai sebuah keharusan supaya permintaan dan penggunaan dolar nggak berlangsung terus padahal sudah nggak urgent lagi," papar Mahendra. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya