Dua Hasil Tambang RI Jadi Penentu Pasar Dunia

Kebijakan larangan ekspor mineral mentah membuat harga nikel di pasar internasional melambung tinggi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Jul 2014, 19:36 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2014, 19:36 WIB
Ilustrasi Timah
(Foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki dua hasil tambang yang dapat mempengaruhi pasar dunia. Kedua hasil tambang itu adalah timah dan nikel.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar menyebutkan, jika produsen timah di Bangka Belitung menghentikan produksi maka industri dunia akan terganggu.

"Kita punya dua logam yang menentukan pasar dunia, tapi kita tidak pernah kita sadar," kata Sukhyar dalam forum diskusi Kadin, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (22/4/2014).

Sukhyar menuturkan, barang tambang yang kedua adalah nikel. Kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang ditetapkan pemerintah Indonesia sejak 12 Januari 2014, membuat harga nikel di pasar internasional melambung tinggi.

"Awal tahun harganya US$ 13 ribu per ton, naik sampai US$ 21 ribu per ton. Makanya sekarang penambang yang punya nikel kipas-kipas dia," paparnya.

Meski banyak diprotes, Sukhyar mengakui, kebijakan yang diambil pemerintah bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.


"Sebanyak 30 pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel dibangun. Bauksit ada delapan, ini menggembirakan," tuturnya.

Menurut Suhkyar, pelaksanaan kebijakan larangan ekspor mineral juga melahirkan kreativitas. Hal itu terbukti dengan adanya smelter skala kecil yang dibangun salah satu perguruan tinggi Indonesia.

"ITS  sudah membuat smelter sekala kecil. Teman pengusaha sudah mampu mengekstrak logam yang dicadangkan ada cooper, ada timah. Jadi dengan adanya UU ini memaksa orang untuk berfikir," pungkasnya. (Pew/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya