Impor Beras Diputuskan Akhir Mei

Impor beras baru dilakukan setelah mendapat laporan cadangan nasional dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 08 Mei 2015, 20:15 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2015, 20:15 WIB
Harga Beras Kian Melonjak
Pekerja melakukan aktifitas pengangkutan beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa (24/2/2015). Harga beras sejak 9 Februari 2015 melonjak hingga 30 persen, hal ini disebabkan belum meratanya panen di daerah produsen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Menteri Perdagangan Rahmat Gobel mengatakan impor beras baru dilakukan setelah mendapat laporan jumlah cadangan nasional dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman.

"Saya kira, impor itu jalan terakhir. Saat ini kami masih menghitung stok yang ada di pasar, saya menunggu laporan dari Menteri Pertanian," kata Rahmat, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (8/5/2015).

‎Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah mempertimbangkan opsi impor beras bila cadangan nasional beras tidak memenuhi target setelah musim panen mendatang. Impor beras untuk menutupi kekurangan secara nasional, khususnya jelang puasa.

"Impor selalu terbuka sejak dulu kalau ternyata produksi nasional tidak bisa mencukupi cadangan. Artinya harga lebih tinggi daripada pemerintah sehingga cadangan nasionalnya untuk menghadapi bulan puasa dan sebagainya kurang, maka terbuka kemungkinan untuk dapat menambah cadangan nasional dari impor‎," kata JK.‎

Jusuf Kalla menyebutkan, pemerintah akan mempertimbangkan impor kalau memang cadangan nasional di bawah 2 juta ton.

‎Terpenuhi tidaknya cadangan nasional baru diketahui pada akhir Mei atau awal Juni mendatang. Jusuf Kalla mengatakan cara agar Indonesia tidak impor beras adalah dengan meningkatkan produksinya. Namun hal itu tergantung dengan berbagai macam faktor.

"‎Produksi kan bukan hanya masalah orang bertani tapi ada masalah cuaca, bibit, hujan. Jadi semua sistem pertanian di manapun di dunia itu ada faktor-faktor itu," tandas JK.

Sebelumnya, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan secara Undang-undang (UU), impor diperbolehkan jika untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri. "Sudah ada UU, boleh impor kalau kebutuhan dalam negeri tidak tercukupi," ujarnya di Kantor Indef, Jakarta, Jumat (8/5/2015).

Namun jika impor ini dilakukan lantaran Perum Bulog tidak mampu membeli beras petani dengan harga pasaran, maka hal tersebut dinilai melanggar ketentuan perundang-undangan.

"Kalau impor karena Bulog beli dengan HPP (harga pembelian pemerintah) dibawah harga pasar, ini bisa dikatakan melanggar konstritusi. Kalau karena HPP tidak memenuhi kemudian dilakukan impor, ini akan terjadi distorsi," lanjutnya.

Enny bahkan menyatakan adanya indikasi mafia beras dibalik keputusan pemerintah untuk membuka keran impor. Buktinya disaat panen raya lalu, harga beras malah mengalami kenaikan.

"Kenapa ketika panen raya harga beras malah naik. Tetapi harga gabah ditingkat penggilingan turun, artinya terjadi mafia ekonomi di komoditas beras. Kalau ini masalah mafia berarti tata niaga rusak," kata dia.

Menurut Enny, Bulog seharusnya tidak hanya berperan menjaga stok beras pemerintah, tetapi juga melindungi harga beli di petani. Dengan demikian, petani terus bergairah untuk menanam padi.

"Bulog sebagai buffer stock bukan semata punya stok, tapi melindungi harga di petani. Ini yang berikan insentif untuk terus berproduksi, tidak menjual tanahnya karena tidak dinilai ekonomis sehingga tidak bisa jadi sumber kehidupan. Ini akan membuat pertanian kita memburuk," tandasnya. (Silvanus Alvin/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya