Kementerian Keuangan Incar Pajak Go-Jek

Dirjen Pajak, Sigit Priadi melihat potensi pajak Go-Jek besar sehingga dapat menambah penerimaan negara.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 28 Jun 2015, 09:02 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2015, 09:02 WIB
Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Layanan transportasi motor (ojek) dan taksi online yang makin marak memicu perdebatan di kalangan sejumlah pihak. Bahkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak melarang keberadaan layanan tersebut asal menyetor pajak dengan benar.

Direktur Jenderal/Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, potensi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dari layanan Go-Jek, Uber Taxi, Grabtaxi maupun Grab Bike cukup besar.

Bayangkan saja ada sekira 2.000 orang lebih pengemudi ojek yang tergabung dalam Gojek dan tersebar di Jabodetabek. Belum lagi komunitas Grab Bike dan layanan sejenisnya.

Jika ribuan orang ini dipungut PPh dari hasil pemotongan gajinya, maka negara akan mendapat tambahan penerimaan pajak. Namun dia mengaku belum menghitung penerimaan yang bisa dikantongi negara dari layanan transportasi berbasis online ini.

"Potensi pajak Go-Jek dan sejenisnya belum tahu berapa, tapi mungkin lumayan besar ya karena sudah mendunia. Semua orang yang memperoleh penghasilan termasuk pengojeknya harus setor pajak, entah melalui perhitungan perusahaan dan lainnya," kata Sigit saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (28/6/2015). 

Dalam hal ini, sambungnya, pemerintah pusat bekerjasama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika untuk melihat payment gateway atau sebuah aplikasi e-commerce yang menyediakan jasa.

"Semua yang menambah penghasilan harus kena PPh, misalnya seperti Traveloka dan Agoda, berapa hotel bayar mereka. Fee tersebut yang harus dikejar pajaknya, dan ini yang masih sulit," papar dia.

Sekadar informasi, Deni Herdani, salah seorang pengendara ojek di Go-Jek Indonesia mengklaim pendapatannya sebagai tukang ojek cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluaganya. Bahkan, dia mengaku pekerjaannya itu memberikan penghasilan yang lebih tinggi daripada upah minimum regional (UMR) Jakarta.

"Setiap harinya kalau mau rajin bisa dapat lebih dari Rp 200 ribuan. Setiap bulan biasanya saya bisa kasih ke istri untuk kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 4 juta, itu sudah bersih ya kebutuhan harian saya di luar uang itu,  lebih besar dari UMR Jakarta," tutur Deni kepada tim Tekno Liputan6.com. (Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya