Di Usia 70 Tahun, RI Tak Lagi Kaya Minyak

Di usianya yang menginjak 70 tahun, Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor minyak dan BBM.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 17 Agu 2015, 17:30 WIB
Diterbitkan 17 Agu 2015, 17:30 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Tambang Minyak (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Dulu Indonesia dikenal sebagai negeri kaya minyak. Bahkan Indonesia juga mengekspor hasil produksi minyak ke sejumlah negara dan menjadi salah satu anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) sejak 1961.

Namun, turunnya produksi minyak membuat Indonesia harus tercoret dari daftar negara kaya minyak. Pasalnya, Indonesia sudah menjadi importir minyak, sejak 2003. Hal ini semakin ditegaskan pada Mei 2008, Indonesia mengumumkan telah mengajukan surat untuk keluar dari keanggotaannya di OPEC pada akhir 2008.

Di usianya yang menginjak 70 tahun pada 17 Agustus 2015, Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor bensin dan solar kedua terbesar di dunia.

Data Pertamina menunjukkan, dari total konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air sebanyak 1,6 juta barel per hari (bph), hanya 850 ribu bph yang dapat diproduksi sendiri sehingga sisanya diimpor.

Bahkan dari 850 ribu BBM yang diproduksi di kilang Pertamina, hanya 60 persen bahan baku berupa minyak mentah berasal dari lapangan minyak dalam negeri. Sisanya, sekitar 40 persen minyak mentah juga diimpor.

Dari hasil data yang dikumpulkan Liputan6.com, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, dalam kurun 50 tahun terkahir cadangan minyak Indonesia sudah dikuras habis sebanyak 23 miliar barel. Sedangkan saat ini cadangan minyak Indonesia hanya tersisa 4 miliar barel atau hanya 0,5 persen dari cadangan minyak dunia.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said sempat menyatakan, Indonesia pernah mengalami masa kejayaan untuk memproduksi minyak pada 1987 mencapai 1,5 juta barel per hari (bph).

Namun kini produksi minyak menurun secara bertahap. Karena itu, menurutnya, masa kejayaan produksi minyak Indonesia tinggal sejarah.

"Kita menghadapi masalah utama anjloknya kemampuan produksi minyak. Masa puncak lifting minyak mencapai 1,5 juta bph pada 1987," tuturnya.

Menurut Sudirman, sama kejayaan Indonesia dalam memproduksi minyak tinggal sejarah, sangat sulit untuk mencapai angka tersebut kembali. Pasalnya, rasio penggantian cadangan migas tak sebanding dengan migas yang dikeluarkan, sehingga cadangan migas kian menipis.

"Sekarang sudah menjadi sejarah dan mungkin akan sulit sekali mencapai kembali titik itu," tutup Sudirman. (Pew/Ndw)

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya