Sofyan Wanandi Minta Jokowi Tertibkan Rizal Ramli

Pernyataan Menko Maritim Rizal Ramli dianggap membingungkan investor.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 08 Sep 2015, 19:12 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2015, 19:12 WIB
Sofyan Wanandi
Sofyan Wanandi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial yang menyebut akan menurunkan target pembangunan listrik dari 35 ribu megawatt (MW) menjadi 16 ribu MW. Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofyan Wanandi menyampaikan pernyataan tersebut membuat bingung para investor.

"Akhirnya kan confused investor di luar, mau investasi ke Indonesia nanti mau yang mana yang dipegang," kata Sofyan, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (8/9/2015).

Menurut Sofyan, Presiden Jokowi perlu menertibkan Rizal Ramli atas pernyataannya tersebut.‎ Ia melanjutkan pernyataan itu menurunkan kewibawaan presiden.

"Kalau menterinya saja bisa mengubah policy kebijakan presiden, nanti di mana lagi kewibawaan presiden," tutur dia.

"Presiden harus tertibkan yang begitu-begitu tidak bisa ditoleransi," tegas Sofyan.

Mantan Ketua Kadin itu menyampaikan agar investor tidak bingung maka pemerintahan perlu satu kebijakan dan satu suara. Sebagai pembantu, menteri perlu mematuhi perintah atasannya, yaitu presiden.

"Kalau mau membaik negara ini harus ada one policies and one voices, satu suara dan satu kebijakan satu komando, tidak bisa bicara seenaknya, memangnya ini negara apa, banana republic memang," ujar dia.
 
Rizal Ramli, lanjut Sofyan, boleh saja memberikan kritik atas proyek pemerintah. Namun, kritik itu tidak pantas disampaikan ke publik. Lagipula, jabatannya sebagai menteri tidak bisa mengoreksi keputusan presiden.

"Dia mungkin boleh advice tapi intern dengan presiden dalam rapat kabinet untuk mengubah bahwa ini ada persoalan, bicaranya di dalam jangan keluar. Seolah-olah dia lebih pintar dari presiden kan kalau begini, celaka kita semua," tandas Sofyan.

Rizal mengatakan, jika proyek pembangkit listrik 35 ribu MW dipaksakan maka PLN akan mengalami kelebihan pasokan listrik yang tidak terpakai sebanyak 21.331 MW pada saat beban puncak sebesar 74 ribu MW pada 2019. Akibatnya, PLN harus menanggung biaya Rp 10.76 milyar pada 2019. ‎

"Padahal, kebutuhan sampai 2019 pada beban puncak hanya 74.525 MW. Maka akan ada kapasitas yang idle sebesar 21.331 MW. Sesuai aturan yang ada, PLN harus membeli listrik yang dihasilkan swasta. Inilah yang saya maksudkan bisa membuat PLN bangkrut," kata dia. (Alvin/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya