Rizal Ramli Gagalkan Proyek Pertamina

Pembangunan kilang minyak bukan menjadi prioritas di sektor energi saat ini.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 09 Sep 2015, 15:58 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2015, 15:58 WIB
Kilang Minyak Pertamina
(Foto: Liputan6.com/Pebrianto Wicaksono)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah membuat gejolak pada sektor kelistrikan dengan mengkritik harga token listrik pra bayar, kini Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli kembali membuat gejolak di sektor minyak dan gas Bumi (migas).

Kali ini Rizal menghentikan rencana proyek pembangunan infrastruktur penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk meningkatkan cadangan BBM dari 18 hari menjadi 30 hari dengan anggaran US$ 2,4 miliar yang akan dilakukan PT Pertamina (Persero).

Menurut Rizal, pembatalan proyek tersebut menjadi keputusan dalam rapat bersama dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada Selasa (9/9/2015).

"Kemarin kami laporkan ada rapat bersama Presiden, ada keinginan Pertamina membangun storage supaya stock naik dari 18 hari menjadi 30 hari, US$ 2,4 miliar biayanya," kata Rizal, dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/9/2015).

Menurut Rizal pembangunan tersebut bukan menjadi prioritas. Pasalnya, produksi minyak Indonesia tidak menutupi konsumsi, sedangkan untuk memenuhinya berasal dari impor. Sebagai jalan keluar, pembanguan fasilitas tersebut seharusnya dibangun oleh perusahaan yang memasok BBM.

"Ini bukan prioritas, karena kita beli 0,5 juta crude (minyak mentah) dan 0,5 juta finish (BBM), ngapain bikin storage. Mereka saja yang bikin," ungkapnya.

Rizal menambahkan, selain itu pembangunan infrastruktur yang dibatalkan adalah pipa penyaluran BBM, pembangunan fasilitas tersebut dinilai tidak efisien karena sudah ada kendaraan yang bisa mengangkut BBM.

"Kedua, ada rencana Pertamina bangun pipa BBM seluruh Indonesia. Pertanyaan kami? Apakah ini betul-betul urgent. Tidak ada urgensinya bangun jaringan pipa untuk BBM," tuturnya.

Rizal mengungkapkan, sebaiknya yang harus dilakukan adalah pembangunan pipa gas, karena kandungan gas dalam perut Indonesia masih cukup untuk 70 tahun ke depan, selain itu dengan adanya ruas pipa gas dapat memasok kebutuhan energi rumah tangga dan industri.

 "Lebih penting adalah pipa untuk gas, karena potensinya masih 60 tahun hingga 70 tahun lagi. City gas, dari Papua. Sehingga masyarakat bisa pakai gas kota, ramah lingkungan. Pembangunannya US$ 5 miliar saja," pungkasnya. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya