Rencana Ekspor ke Meksiko Dorong Penguatan Harga Minyak AS

Harga minyak mentah untuk pengiriman Desember melonjak US$ 2,74 atau 6,3 persen.

oleh Arthur Gideon diperbarui 29 Okt 2015, 05:00 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2015, 05:00 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak di Amerika Serikat (AS) melonjak pada perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). pendorong penguatan harga minyak tersebut karena aksi beli yang dilakukan oleh palaku pasar setelah adanya berita bahwa AS diizinkan untuk melakukan ekspor minyak ke Meksiko.

Mengutip Wall Street Journal, Kamis (29/10/2015), harga minyak mentah untuk pengiriman Desember melonjak US$ 2,74 atau 6,3 persen menjadi US$ 45,94 per barel di New York Mercantile Exchange. Kenaikan tersebut merupakan lonjakan terbesar dalam satu hari sejak 31 Agustus lalu.

Sedangkah harga minyak Brent yang merupakan patokan global naik US$ 2,22 atau 4,8 persen ke level US$ 49,05 per barel di ICE Futures Europe.

Co-Portfolio Manager, Guinness Atkinson Asset Management Inc, Will Riley menjelaskan, kenaikan tajam pada perdagangan minyak di hari ini sebenarnya hampir sama juga dengan hari-hari sebelumnya. Ada berita yang membuat harga mengalami kenaikan atau penurunan, namun dampaknya tak begitu panjang.

Pelaku pasar masih melihat bahwa selama ini atau di tahun ini masih terjadi banjir pasokan di pasar dunia. Hal tersebut tidak akan membuat harga minyak akan beranjak jauh dari level yang ada saa saat ini.

Ia melanjutkan, sama halnya dengan adanya berita bahwa Perusahaan milik pemerintah Meksiko Petroleos Mexicanos telah mendapat izin dari AS untuk melakukan impor 75 ribu barel per hari minyak dengan kualitas tinggi yang akan dimulai pada November nanti.

Meskipun berita tersebut cukup memberikan angin segar karena ternyata masih ada permintaan yang besar di saat terjadi lonjakan pasokan namun berita tersebut tak akan banyak mempengaruhi harga minyak dunia.

"Apa yang Anda lihat itu adalah volatilitas seperti hari-hari biasanya. Saya tidak terlalu bersemangat dengan hal tersebut," jelas Will Riley.

Ia melihat bahwa jika tak ada aksi yang cukup kuat dari organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) maka harga minyak tak akan kembali ke level US$ 100 per barel. (Gdn/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya