Ini Alasan Menteri Rini Dorong BUMN Beli Saham Freeport

Menteri BUMN, Rini Soemarno telah memberikan surat kepada Kementerian ESDM dan Keuangan yang berisi minat BUMN miliki saham Freeport.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Nov 2015, 13:30 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2015, 13:30 WIB
20151001- Rini Soemarno-Jakarta
Menteri BUMN, Rini Soemarno mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/10/2015). Rapat membahas usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada RAPBN 2016 dan Usulan Dividen TA 2016. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan, pihak pemerintah Indonesia bisa mengambil andil dalam manajemen PT Freeport Indonesia jika memiliki saham 20 persen.

Rini mengatakan, saat ini BUMN memiliki 9,36 persen saham Freport PT Indonesia. Jika kepemilikan saham tersebut meningkat menjadi 20 persen maka pihak BUMN yang mewakili Pemerintah Indonesia bisa menduduki posisi direksi pada perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.‎

"Itu menjadi kepemilikan yang cukup baik, kita bisa duduk sebagai manajemen, bisa duduk sebagai direksi yang aktif. Harapannya begitu," kata Rini, saat menghadiri Pertamina Energy Forum, di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (24/11/2015).‎

Rini menuturkan, instansinya telah melayangkan surat ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan yang berisi minat BUMN memiliki saham PT Freeport Indonesia.‎

"Kami sebagai BUMN menulis surat tentunya kepada pemerintah yaitu kementerian ESDM dan Keuangan, kalau memang ada divestasi kami dari BUMN tertarik untuk membeli," tutur dia.

Namun saat ini PT Freeport Indonesia belum menawarkan sahamnya, Kementerian ESDM menyatakan PT Freeport Indonesia bisa dinyatakan gagal (default),  jika tidak melakukan pelepasan saham (divestasi).

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot menyatakan, pihaknya sudah melayangkan surat teguran terkait divestasi yang belum dilakukan Freeport, padahal divestasi 10,64 persen dimulai 14 Oktober 2015.

Bambang mengakui, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tidak menetapkan batas akhir, namun ia ingin perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut segera melakukan divestasi.

"Tidak ada batas akhirnya. Di PP 77 tidak ada (batas waktu).‎ Biarkan saja dia (Freeport ) bicara itu (tidak ada mekanismenya)," tutur Bambang.‎ 

Namun, jika Freeport tidak segera melakukan pelepasan saham pemerintah akan terus melakukan teguran, dan jika teguran tersebut tidak diindahkan maka PT Freeport Indonesia bisa dinyatakan default.

"Mekanismenya, kalau mereka tidak memenuhi kewajiban, kita akan kasih peringatan-peringatan, kemudian ada teguran, dan bisa default," ujar Bambang. (Pew/Ahm)  ‎        

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya