5 Kunci Indonesia untuk Bersaing Saat Pasar Bebas ASEAN

Produk barang dan jasa Indonesia akan bersaing dengan barang dan jasa dari negara lain yang berada di kawasan Asia Tenggara.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Des 2015, 15:31 WIB
Diterbitkan 15 Des 2015, 15:31 WIB
Pasar Bebas ASEAN
(Foto: jmproid)

Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah di depan mata. Produk barang dan jasa Indonesia akan bersaing dengan barang dan jasa dari negara lain yang berada di kawasan Asia Tenggara.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Harris Munandar mengatakan, agar bisa bersaing dengan negara lain, ada lima kunci utama yang harus dipenuhi di dalam negeri.

Pertama, Indonesia harus mampu melakukan subsitusi bahan baku, barang dan jasa impor. Kedua, peningkatan kemampuan logistik yang diiringi dengan penurunan ongkos distribusi.

Ketiga, adanya bunga kredit perbankan yang rendah sehingga industri di dalam negeri bisa mengembangkan kegiatan bisnisnya.

Keempat, pekerja lokal tidak lagi melakukan aksi-aksi tuntutan kenaikan upah. Kelima, pekerja lokal meningkatkan produktivitas sehingga tidak kalah dibandingkan pekerja asing.

"Buruh jangan lagi kontraproduktif, karena kalau satu hari saja pabrik berhenti daya saingnya menurun, pengiriman barang terganggu otomatis menurunkan daya saing kita," kata dia.

Saat berlangsungnya MEA nanti, kata Harris, pemerintah tidak bisa lagi berbuat banyak untuk melindungi produk lokal dengan insentif dan sebagainya. Itu karena ada aturan-aturan regional yang mengatur hal tersebut dan harus diikuti seluruh anggota ASEAN.


"Kalau nanti MEA sudah berlaku ada aturan mainnya, kita tidak boleh lagi berikan subsidi. Sepanjang masih dalam koridor mungkin masih bisa. Nanti kita lihat lagi, tidak bisa berikan sembarang insentif," katanya.

Sebelumnya, Harris telah memastikan tidak akan tinggal diam untuk mendukung daya saing produk dan industri di dalam negeri.

Salah satunya dengan mendorong pengembangan industri hijau yang menerapkan upaya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya yang berkelanjutan.

Pengembangan industri hijau dapat dilakukan dengan berbagai macam strategi, seperti penerapan produksi bersih, konservasi energi, efisiensi sumber daya, eco-design, proses daur ulang dan low carbon technology.

"Melalui penerapan industri hijau, maka akan terjadi efisiensi pemakaian bahan baku, energi dan air sehingga limbah maupun emisi yang dihasilkan menjadi minimal. Dengan demikian, proses produksi akan menjadi lebih efisien dan meningkatkan daya saing produk industri," ungkapnya.

Harris menjelaskan, pengembangan industri hijau juga merupakan salah satu usaha untuk mendukung komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020. Diharapkan angka ini mampu mencapai 41 persen dengan bantuan internasional.

"Komitmen ini membutuhkan usaha dan tindakan nyata yang menyeluruh, mencakup seluruh sektor pengemisi gas rumah kaca pada sektor-sektor produksi dan konsumsi prioritas untuk tindakan mitigasi dan adaptasi termasuk sektor industri," jelasnya.

Menurut Harris, Kemenperin juga telah memberikan beragam insentif kepada pelaku industri untuk penunjang pengembangan program ini seperti memberikan keringanan berupa potongan harga untuk pembelian mesin baru pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki dan gula.

"Program yang dilaksanakan sejak 2007 ini telah memberikan dampak yang signifikan berupa penghematan penggunaan energi sampai 25 persen, peningkatan produktivitas sampai 17 persen, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan efektivitas giling pada industri gula," tandas dia. (Dny/Nrm)*

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya