Ironis! Meski Ekonomi Naik, 30% Anak RI Tumbuh Kerdil

Pemerintah menyatakan sekitar 30 persen anak-anak Indonesia tumbuh kerdil akibat kekurangan nutrisi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 28 Des 2015, 13:22 WIB
Diterbitkan 28 Des 2015, 13:22 WIB
Pemerintah Keluarkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Perkuat Rupiah
Menko Perekonomian Sofyan Djalil memberi keterangan pers usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/3/2015). Pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi untuk memperkuat nilai tukar rupiah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan sekitar 30 persen anak-anak Indonesia tumbuh kerdil akibat kekurangan nutrisii. Padahal perekonomian maupun pendapatan masyarakat Negara ini semakin meningkat. Ada pertanyaan terselip mengenai dua perkembangan yang bertolak belakang ini.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Sofyan Djalil saat ditemui di acara Penandatanganan Dokumen Kerjasama antara Pemerintah RI dan UNICEF mengungkapkan, masa depan Indonesia berada di tangan anak-anak atau generasi muda.

"Ketika anak-anak tidak mendapat asupan gizi dan nutrisi yang baik, pendidikan yang memadai, maka Indonesia tidak akan menjadi negara maju, negara yang terhormat di mata dunia," tegas Sofyan di kantornya, Jakarta, Senin (28/12/2015).


Sayangnya, dijelaskan Sofyan, sekitar 30 persen anak-anak Indonesia tumbuh stunting atau kerdil saat perekonomian Negara ini bertumbuh dan pendapatan masyarakat setiap tahun mengalami kenaikan. Ia menduga bahwa anak-anak Indonesia mengalami kesalahan pola makan.

"Barangkali karena salah nutrisi jadi anak-anak kita stunting. Ini gara-gara mie instan. Mie instan dijadikan lauk, jadi kebanyakan karbohidrat, sehingga tradisi makan sayur tidak ada lagi sayur," cemas Sofyan.  

Lanjutnya, pemerintah perlu melakukan reformasi terhadap kelahiran anak di rumah sakit atau puskesmas. Pemerintah harus menerbitkan akta kelahiran begitu si anak lahir dari rahim ibunya.

Akta kelahiran ini diakui Sofyan, sangat penting untuk pendaftaran sekolah sampai mengikuti Program Keluarga Harapan (PKH).

"Ini sudah diterapkan Bupati Banyuwangi, saat anak lahir, langsung difasilitasi sertifikat. Tidak seperti saya, tidak ada sertifikat dari lahir sampai sekarang. Ini birokrasi yang bikin masalah lebih rumit," jelasnya.

Ia pun berharap, anak-anak Indonesia tumbuh dengan mengecap pendidikan tinggi dan perhatian dari guru maupun orang tua.

"Jangan lagi guru dan orangtua melakukan kekerasan pada anak, mem-bully, hilangkan program plonco. Nanti saya akan bicara dengan Menteri Pendidikan Tinggi," pungkas Sofyan. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya