Ini Alasan Konsumsi Biodiesel untuk Kendaraan Masih Minim

penyerapan tahun lalu hanya 53 persen atau 505 ribu kiloliter (kl).

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Feb 2016, 10:15 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2016, 10:15 WIB
Kendaraan Roadshow Mandatori Biodiesel (Fiki/Liputan6.com)
Kendaraan Roadshow Mandatori Biodiesel (Fiki/Liputan6.com)

Liputan6.com, Bali - Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menhatakan ketakutan konsumen menjadi penyebab utama penyerapan biodiesel masih rendah di 2015. Masyarakat khawatir mesin kendaraannya bakal bobrok akibat mengonsumsi biodiesel.

"Setiap program pasti ada kendala, memang tantangannya keengganan konsumen takut rusak mesinnya kalau pakai biodiesel," ujar Direktur Jenderal EBTKE, Rida Mulyana di Nusa Dua Convention Center, Bali, Jumat (12/2/2016).

Dari datanya, penyerapan campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dengan minyak sawit alias biodiesel pada tahun lalu hanya 53 persen atau 505 ribu kiloliter (kl). Sementara target yang ditetapkan sekitar 1,5 juta kl.

 

"Penyerapan rendah ada alasannya, karena ada transisi mekanisme subsidi di 2015. Kemudian, tadinya tidak ada badan pengelola, sekarang ada," ujar Rida.

Oleh sebab itu, tambahnya, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM menggelar roadshow Tim Sosialiasi Pemanfaatan Biodiesel 20 persen rute lintas Jawa-Bali. Sasarannya kampus-kampus, pesantren dan lokasi lain guna menggenjot konsumsi biodiesel.

"Ini membuktikan kita tidak ragu lagi jalankan B20. Konsumsi biodiesel tidak perlu sampai memodifikasi kendaraan besar-besaran. Kita ingin perlihatkan ke dunia, kita jalankan B20 secara konsisten," jelas Rida.

Dengan roadshow ini, kata Rida, diharapkan penyerapan biodiesel 20 persen dapat menembus 6,5 juta kl (termasuk PSO) dengan membidik proyek pembangkit listrik sebagai target sasaran, selain transportasi.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri ESDM Sudirman Said menambahkan, penyerapan biodiesel (B15)sebesar 50 persen karena implementasinya baru berjalan di Agustus 2015.

"Kalau kebijakan mandatory B20, kita bisa hemat devisa sampai US$ 2 miliar atau Rp 30 triliun di tahun ini. Dampaknya buat ekonomi makro dan stabilitas kurs baik," terang Sudirman. (Fik/Zul)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya