Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tidak menyetujui rencana pembebasan ekspor mineral mentah (ore). Pasalnya, akan menciptakan ketidakadilan bagi perusahaan tambang mineral yang sudah membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).
Dirjen Industri Logam, Mesin, dan Alat Transportasi Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan, ‎mengatakan, saat ini sudah ada 27 perusahaan sedang membangun smelter, pembukaan ekspor ore yang rencananya tertuang dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) tersebut akan berdampak pada keberlangsungan smelter tersebut.
‎"Yang dikhawatirkan adalah kalau revisi itu membahas relaksasi. Kasihan mereka yang sudah investasi begitu besar," kata Putu, dalam diskusi di Warung Komando, Jakarta, Jumat (26/2/2016).
Â
Baca Juga
Putu mengungkapkan, jika ekspor ore dibuka muncul kekhawatiran smelter yang telah beroperasi akan kekurangan pasokan bahan baku ore yang akan diolah, sehingga akan menciptakan kerugian bagi perusahaan yang patuh terhadapt hilirisasi mineral.
Advertisement
"Bisa-bisa yang sudah bangun smelter tidak mendapat kepastian bahan baku,"‎ tutur Putu.
Kementerian ESDM berencana memberi kelonggaran pelarangan ekspor mineral mentah dengan menghapus larangan eskpor, hal tersebut sedang dibahas dalam revisi UU Minerba.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, ekspor mineral mentah akan dibuka kembali jika dalam UU Minerba yang baru telah memperbolehkan.
"Relaksasi dimungkinkan apabila di UU yang barunya membolehkan. Dan ini menjadi pokok pembahasan karena realistis itu tadi," ungkap Sudirman beberapa waktu lalu.
Rencana tersebut muncul karena melihat realisasi ‎pembangunan smelter mineral yang tidak menunjukan kemajuan, akibat kondisi harga komoditas yang anjlok. Sehingga, pengusaha kesulitan keuangan untuk membangun smelter.
"Banyak smelter tidak selesai, pengusaha alami kesulitan. Kita lihat nanti, nikel, tembaga, emas dan sebagainya," tutur Sudirman.
‎Menurut Sudirman, saat ini UU Minerba sedang dalam proses revisi. Pasalnya, turunan dari UU tersebut saling berbenturan.‎ Seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1Tahun 2014 yang membatasi waktu eskpor konsentrat sampai 2017, padahal saat ini realisasi pembanguan smelter tidak banyak kemajuan.
"Oleh karena itu harus direvisi. Apabila UU memungkinkan maka akan bisa saja ada relaksasi. Tergantung dari revisi UU Minerba," jelas Sudirman. (Pew/Ndw)