Rizal Ramli: Curi Ikan dari RI, Negara Tetangga Untung Besar

Indonesia menduduki ranking kedua sebagai eksportir tuna terbesar di dunia meskipun banyak praktik pencurian ikan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Jun 2016, 18:29 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2016, 18:29 WIB
2015125-Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli -Jakarta
Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menjawab pertanyaan dalam acara temu wicara bersama wartawan di rumah dinasnya di Jakarta, Rabu (25/11). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengaku miris dengan kondisi bahwa negara lain berhasil menyandang predikat eksportir nomor 2 terbesar di dunia tanpa memiliki limpahan sumber daya kelautan dan perikanan. Sementara Indonesia harus puas di urutan ke-15 sebagai negara pengekspor seafood di dunia.

“Negara tetangga masuk sebagai eksportir nomor 2 terbesar di dunia. Sedangkan Indonesia urutan ke-15 pengekspor seafood. Ini kan tidak masuk akal, karena luas pantai negara itu kecil, dan kemungkinan ikannya colongan dari Indonesia,” ujar Rizal saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta , Senin (13/6/2016).

Dia mengaku, Indonesia menduduki ranking kedua sebagai eksportir tuna terbesar di dunia meskipun banyak praktik pencurian ikan (illegal fishing) di perairan Indonesia. Pencurian ikan di Negara ini, katanya sangat luar biasa besar dengan catatan kerugian US$ 20 miliar atau sekitar Rp 200 triliun per tahun.

“Tanpa ikan kita dicolong, Indonesia bisa jadi pemain nomor satu ekspor tuna terbesar di dunia, termasuk beberapa jenis ikan lainnya. Kalau kita benahi, tidak aneh jika 5-10 tahun mendapat, kita bisa jadi pengekspor ikan dan produk ikan nomor 2 di dunia bahkan nomor 1, bukan 15 seperti sekarang ini,” tuturnya.

Dia mengapresiasi langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam memberangus maling-maling ikan di Indonesia meskipun kebijakan-kebijakannya selalu dianggap kontroversi. Namun sudah ada dampaknya. Kata Rizal Ramli, kini tangkapan ikan nelayan tradisional rata-rata meningkat 2 kali lipatnya. Sebagai contoh nelayan di Sibolga dari sebelumnya hanya mampu menangkap 200 ton menjadi 400 ton dalam sehari.

Masalahnya saat ini, tambah Rizal, harga ikan di luar Pulau Jawa mengalami penurunan, sehingga pemerintah harus membuka pelabuhan ekspor baru untuk meningkatkan harga ikan dan menaikkan pendapatan dari hasil ekspor.

“Dengan kebijakan Menteri Susi, negara tetangga yang tadinya hidup dari ikan colongan kita, kini industri perikanannya mengalami kesulitan, bahkan bangkrut. Ini adalah momentum bagi kita membangun industri perikanan di Indonesia. Selama ini hanya tangkap dan ekspor, sekarang dibuka investasi untuk industri perikanan dari dalam maupun luar negeri supaya nilai tambah makin besar,” terang dia.

Rizal pun menegaskan, pemerintah harus berjuang dalam forum internasional untuk membela kepentingan laut Indonesia. “PBB mengambil inisiatif atas usulan Indonesia supaya ikan yang diekspor harus ada verifikasi original-nya dari mana. Supaya tidak ada yang klaim ikan colongan, dan hal ini sangat efektif di Eropa dan Amerika Serikat supaya kita jadi eksportir nomor 1 dunia,” pungkas dia. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya