Pengamat: Keberhasilan Tax Amnesty Tergantung pada Periode I

Pengamat pajak UI Ruston Tambunan menuturkan, periode pertama jadi penentu keberhasilan tax amnesty karena tarif tebusan rendah.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Sep 2016, 09:30 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2016, 09:30 WIB
tax amnesty
Penghapusan pajak ternyata masih menjadi polemik

Liputan6.com, Jakarta - Periode pertama menjadi penentu keberhasilan program tax amnesty atau pengampunan pajak. Sebagaimana diketahui, periode pertama tax amnesty sampai akhir September 2016.

Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia Ruston Tambunan mengatakan, periode pertama menjadi penentu karena tarif tebusannya lebih rendah daripada periode yang lain.

"Jadi kalau lihat statistik yang ada lambat. Saya katakan 2 persen periode pertama harusnya (realisasi) lebih besar dibanding periode kedua dan ketiga," kata dia kepada Liputan6.com di sela acara market update yang digelar Commonwealth Bank di Jakarta, Rabu (14/9/2016).

Dia menambahkan, dengan begitu artinya keberhasilan dari program tax amnesty pada akhir bulan ini.

"Saya kira akhir September akan mencerminkan apakah itu (target) tercapai atau tidak. Ada lonjakan konglomerat tetapi tetap secara persentase jauh," jelas dia.

Pemerintah sendiri menargetkan perolehan dana tebusan mencapai Rp 165 triliun. Namun, hal tersebut bakal sulit tercapai. Pemerintah sendiri, kata dia, juga memberikan sinyal apabila target itu sulit tercapai.

"Kita dengar dari internal pemeritah, Menteri Keuangan bilang target ambisius dan kita lihat statistik sangat jauh. Apalagi krusial poin periode pertama. Saya kira sangat dikatakan boleh diartikan tidak tercapai Rp 165 triliun," jelas dia.

Dia mengatakan, jika tidak tercapai maka opsi yang bisa ditempuh pemerintah ialah menambal penerimaan dengan utang atau memotong anggaran.

"Utang atau cut budget, potong program, memotong program yang tidak krusial efisiensi anggaran. Yang dilakukan Menteri Keuangan mengarah ke sana menyeimbangkan anggaran," ujar dia. (Amd/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya