Defisit Bengkak, Pemerintah Siap Tambah Utang Rp 37 Triliun

Defisit diperkirakan melebar di kisaran 2,5 persen-2,7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Sep 2016, 17:02 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2016, 17:02 WIB
20160825- Sri Mulyani Raker Bareng Banggar DPR -Jakarta- Johan Tallo
Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengaku tidak gembira dengan pencapaian APBN 2015, termasuk opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2015 saat Raker dengan Banggar DPR, Jakarta,Kamis (25/8). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati telah menyampaikan potensi pelebaran defisit fiskal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.

Potensi pembengkakan defisit diperkirakan hingga 2,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan kebutuhan tambahan pembiayaan atau utang sekitar Rp 37 triliun.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah sampai saat ini belum memikirkan skenario pemotongan anggaran ketiga. Pemerintah tetap memperkirakan ada kekurangan (shortfall) pajak sebesar Rp 219 triliun dan skenario pemotongan anggaran sebelumnya sebesar Rp 137 triliun.

"Tidak ada perubahan di dalam penjelasan mengenai APBN-P 2016 sesuai dengan sidang kabinet terdahulu. Baik dari sisi belanja maupun penerimaan," tegas Sri Mulyani di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (19/9/2016).

Terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, pelebaran defisit anggaran di APBN-P 2016 diperkirakan berkisar 2,5 persen-2,7 persen terhadap PDB dari sebelumnya 2,35 persen dari PDB.

"Saya rasa akan melebar antara 2,5 persen-2,7 persen dari PDB. Tapi kita jaga supaya jangan sampai 2,7 persen," ujar dia.

Akibat pembengkakan defisit, sambung Suahasil, pemerintah membutuhkan tambahan pembiayaan untuk menutup defisit. Ia memproyeksikan potensi tambahan utang yang diperlukan mencapai Rp 37 triliun.

"Kalau defisit melebar jadi 2,5 persen dari PDB, tambahan pembiayaannya Rp 17 triliun, sedangkan kalau sampai 2,7 persen tambah lagi Rp 20 triliun. Jadi total Rp 37 triliun," jelas Suahasil.

Kebutuhan tambahan pembiayaan tersebut, Ia mengakui, bersumber dari penerbitan surat utang, dan sumber lainnya. "Bisa juga dengan pinjaman yang masih terbuka untuk di-upsize dan private placement," ujar dia. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya