Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati telah menyampaikan potensi pelebaran defisit fiskal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
Potensi pembengkakan defisit diperkirakan hingga 2,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan kebutuhan tambahan pembiayaan atau utang sekitar Rp 37 triliun.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah sampai saat ini belum memikirkan skenario pemotongan anggaran ketiga. Pemerintah tetap memperkirakan ada kekurangan (shortfall) pajak sebesar Rp 219 triliun dan skenario pemotongan anggaran sebelumnya sebesar Rp 137 triliun.
"Tidak ada perubahan di dalam penjelasan mengenai APBN-P 2016 sesuai dengan sidang kabinet terdahulu. Baik dari sisi belanja maupun penerimaan," tegas Sri Mulyani di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (19/9/2016).
Baca Juga
Terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, pelebaran defisit anggaran di APBN-P 2016 diperkirakan berkisar 2,5 persen-2,7 persen terhadap PDB dari sebelumnya 2,35 persen dari PDB.
"Saya rasa akan melebar antara 2,5 persen-2,7 persen dari PDB. Tapi kita jaga supaya jangan sampai 2,7 persen," ujar dia.
Akibat pembengkakan defisit, sambung Suahasil, pemerintah membutuhkan tambahan pembiayaan untuk menutup defisit. Ia memproyeksikan potensi tambahan utang yang diperlukan mencapai Rp 37 triliun.
"Kalau defisit melebar jadi 2,5 persen dari PDB, tambahan pembiayaannya Rp 17 triliun, sedangkan kalau sampai 2,7 persen tambah lagi Rp 20 triliun. Jadi total Rp 37 triliun," jelas Suahasil.
Kebutuhan tambahan pembiayaan tersebut, Ia mengakui, bersumber dari penerbitan surat utang, dan sumber lainnya. "Bisa juga dengan pinjaman yang masih terbuka untuk di-upsize dan private placement," ujar dia. (Fik/Ahm)
Advertisement