Pengusaha Asal Belitung Ini Raup Omzet Rp 80 Juta dari Terasi

Hadianto pun dikenal sebagai pencetus fermentasi terasi udang rebon sehingga memiliki cita rasa spesial.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Sep 2016, 10:12 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2016, 10:12 WIB
Hadianto pun dikenal sebagai pencetus fermentasi terasi udang rebon sehingga memiliki cita rasa spesial. (Liputan6.com/Fiki Ariyanti)
Hadianto pun dikenal sebagai pencetus fermentasi terasi udang rebon sehingga memiliki cita rasa spesial. (Liputan6.com/Fiki Ariyanti)

Liputan6.com, Belitung Aroma tak sedap menusuk hidung, itulah kesan pertama saat menjejakkan kaki di sebuah rumah produksi terasi udang di daerah Belitung, Provinsi Bangka Belitung. Namun siapa sangka dari hasil jualan terasi, omzet di tangan bisa mencapai puluhan juta rupiah dalam sebulan.

Hadianto (44), juragan terasi dengan merek ANT di Belitung ini sudah menancapkan eksistensi selama dua dekade. Ia pun dikenal sebagai pencetus fermentasi terasi udang rebon sehingga memiliki cita rasa spesial. Apalagi jika sudah berpadu dengan masakan atau sambal.

Pasalnya Hadianto menggunakan udang rebon yang diimpor langsung dari daerah Jawa dan Sumatera, seperti Lampung mengingat pasokan rebon di Belitung tidak mencukupi kebutuhan. Dalam perhitungannya, jika produksi 100 kg terasi mentah, maka udang rebon yang diperlukan 120 kilogram (kg).

"Terasi di Belitung beda dengan daerah lain. Kalau bikin terasi identik dengan udang yang dibusukkan, tapi kami justru melakukan fermentasi dari udang rebon segar. Jadi jauh dari mikroba yang membahayakan pencernaan," terangnya kepada wartawan saat Media Training Bank Mandiri di Belitung, Jumat (23/9/2016).

Karena cita rasa yang otentik dari resepnya, rumah produksi terasi milik Hadianto jarang sepi order. Setiap harinya, pesanan terasi bisa mencapai lebih dari 1.000 botol terasi kering, belum termasuk terasi basah. Bahkan penjualan pernah menembus sebanyak 1-1,5 ton terasi basah dan kering.

"Omzet per bulan dari jualan terasi mencapai Rp 70 juta-Rp 80 juta," kata Hadianto.

Ia mengaku, hanya mengandalkan pemasaran dengan cara online dan dijajakan di galeri UMKM pusat oleh-oleh di Belitung. Harga per botol terasi kering dijual Rp 18 ribu, sementara dari Hadianto ke reseller dihargai Rp 11 ribu per botol. Sedangkan terasi mentah dijual Rp 45 ribu per Kg dengan isi 5 bungkus.

"Yang beli sih banyak dari Surabaya, Semarang, dan daerah lain di Indonesia. Kami pun tidak melirik pasar ekspor karena pasar di sini masih besar dari kebutuhan 6 ton per hari, kami baru mampu penuhi 1 ton," terangnya.

Pernah Diusir Karena Bau

Pernah Diusir Karena Bau

Menjalani bisnis terasi selama 20 tahun bukan hal mudah. Mulai 1996, Hadianto merintis bisnis terasi dengan modal awal Rp 300 ribu dari hasil jualan televisi. Maklum orangtuanya hanya pedagang ikan asin.

"Jadi saya pertimbangkan terjun bikin terasi karena prospeknya cerah. Terasi adalah bumbu masak yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat Indonesia," dia memaparkan.

Tantangan dalam bisnis tentu ada. Hadianto mengaku pernah diusir warga sekitar tempat tinggalnya karena selalu mencium aroma tak sedap dari produksi terasi.

Bahkan ia beberapa kali pindah rumah karena kerap mendapat perlakuan yang sama.  "Tapi saya buktikan bahwa usaha ini bisa menyerap tenaga kerja meski sekarang baru 3 orang karyawan," jelas dia.  

Semakin berkembang usahanya, Hadianto memutuskan untuk mencari pinjaman untuk keberlangsungan bisnis terasi ANT. Kebetulan, Bank Mandiri dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) memberikan pinjaman Rp 25 juta dengan bunga 9 persen per tahun.      

"Saya bersyukur UMKM di Belitung sangat dimanjakan pemerintah daerah, daftar BPOM gratis, sertifikasi halal gratis. Kondisi pasar juga makin bagus karena Belitung terus dikembangkan jadi tujuan wisata oleh pemerintah," tutup Hadianto.(Fik/Nrm)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya