Pemerintah Awasi Risiko yang Bisa Ganggu Stabilitas Ekonomi RI

Indonesia dinilai masih dibayangi sejumlah faktor eksternal dan internal. Salah satunya kredit macet.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Okt 2016, 16:33 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2016, 16:33 WIB
Indonesia dinilai masih dibayangi sejumlah faktor eksternal dan internal. Salah satunya kredit macet.
Indonesia dinilai masih dibayangi sejumlah faktor eksternal dan internal. Salah satunya kredit macet.

Liputan6.com, Jakarta - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan, meski dalam kondisi baik dan terkendali, stabilitas sistem keuangan Indonesia dibayangi beberapa faktor eksternal maupun domestik yang penuh dengan risiko. Mulai dari antisipasi kredit macet hingga dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit.

Usai rapat KSSK bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, KSSK mencermati berbagai risiko dari domestik dan eksternal yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional hingga akhir 2016.

"Stabilitas sistem keuangan di kuartal III-2016 dalam kondisi baik dan terkendali. Tapi kami di KSSK mencermati risiko dari faktor domestik dan eksternal yang berpotensi mempengaruhi stabilitas sistem keuangan sampai akhir tahun ini," jelas dia di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (24/10/2016).

Adapun disebutkan Sri Mulyani, beberapa faktor domestik tersebut, antara lain kondisi intermediasi lembaga jasa keuangan yang dipengaruhi oleh, pertama, pertumbuhan ekonomi yang mengalami tekanan dari pelemahan perdagangan internasional dan harga komoditas yang rendah.

Kedua, tambahnya, penurunan eksposur utang korporasi. Ketiga, kehati-hatian dari industri perbankan untuk mengantisipasi tekanan terhadap kredit macet atau Non Performing Loan (NPL).

Sementara dari sisi eksternal, Sri Mulyani menyebut, pertama dari rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) pada 2016. Kedua, dampak Brexit yang menyebabkan tekanan pada pasar modal dan pasar Surat Berharga Negara (SBN).

"Ketiga, pertumbuhan ekonomi global di 2016 dan 2017 yang diperkirakan lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya. Harga komoditas masih berpotensi mengalami tekanan seiring perkembangan ekonomi global yang masih rendah," jelas dia.

Terakhir, kondisi perkembangan ekonomi China yang perlu terus menerus dipantau dan diantisipasi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik.

"Pemerintah, BI, OJK, dan LPS akan terus melakukan tindakan yang diperlukan guna meningkatkan kepercayaan pasar agar stabilitas sistem keuangan dapat terjaga dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, penciptaan lapangan kerja, dan memulihkan investasi," tegas Sri Mulyani.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya