Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mulai terancam dengan keberadaan pekerja asing asal China tanpa keterampilan (unskill) di Indonesia. Mereka minta buruh China yang masuk ke Indonesia penuhi syarat UU Ketenagakerjaan dan punya keterampilan.
Presiden KSPI, Said Iqbal mengungkapkan, jumlah tenaga kerja asing China yang masuk ke Indonesia sudah mencapai ratusan ribu buruh. Jumlah ini, sambungnya, jauh dari data pemerintah yang hanya mencatatkan angka 21 ribu pekerja China dan itu merupakan pekerja dengan keterampilan (skill).
"Kehadiran pekerja unskill China yang sudah mencapai ratusan ribu pekerja sangat meresahkan kaum buruh. Lapangan kerja kita sudah direbut karena diisi pekerja China, tapi ini disangkal Menaker dan Presiden yang bilang data palsu karena data pemerintah 21 ribu pekerja China di Indonesia," ujarnya di Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Advertisement
Menurut Said, data serikat pekerja dan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) selalu berbeda karena ‎Menaker pasif mengejar data karena hanya mengandalkan sumber data dari Dinas Tenaga Kerja tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota. Begitupun dengan Dinas Tenaga Kerja di daerah yang hanya menunggu data dari laporan perusahaan.
"Namanya tenaga kerja ilegal mana mungkin lapor, sama juga dengan perusahaan yang mempekerjakannya. Karena tidak ada izin kerja," kata dia.
Sambungnya, data jumlah pekerja asing China sebanyak 21 ribu merupakan pekerja dengan keterampilan, seperti Akuntan, Manajer Pabrik, Hukum Internasional, Tenaga Ahli yang membutuhkan kekhususan, dan lainnya. Mereka mengantongi izin kerja dan menetap di Indonesia.‎ Namun fakta di lapangan berbeda.
"‎Di lapangan faktanya banyak pekerja unskill asal China ilegal dan dugaan saya sudah di-setting pemerintah. Pertama dengan menyiapkan proyek-proyek investasi di mana investor China biasanya masuk membawa pekerjanya dan kedua, melalui kebijakan bebas visa," terang Said.
Said menilai, sebelum investasi China masuk ke Indonesia, pemerintah menerapkan kebijakan bebas visa untuk ratusan negara, salah satunya untuk wisatawan China. Kebijakan ini, tambahnya, didesain bukan hanya untuk China, tapi juga untuk turis dari negara lain, semisal Afrika Tengah dan Timur.
"Ya mana ada sih wisman Afrika Timur dan Tengah ke Indonesia, jadi ini setting-an pemerintah. Ini dugaan kita tapi mendekati kebenaran dugaannya. Jadi seharusnya jadi wisawatan di Indonesia, tapi turis dari China ini bekerja di sini," paparnya.
Said mengaku, buruh mulai resah dengan pekerja unskill worker ini karena melanggar Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Ini tidak main-main, buruh merasa terancam dan bahaya. Jangan-jangan nanti tukang nasi goreng dari China deh, bukan WNI," tegasnya.
Atas dasar itu, Said mendesak pemerintah mencabut bebas visa bagi turis asal China sebagai antisipasi jumlah pekerja China lebih banyak lagi di Indonesia. "Kita minta bebas visa khusus China dicabut karena lonjakan turis dari China sangat besar dibanding negara lain. Tapi mereka ada yang bekerja secara ilegal di sini. Kita ingin tenaga kerja China memenuhi syarat UU Ketenagakerjaan, seperti harus skill worker, didampingi pekerja lokal untuk transfer knowledge, dan memahami budaya Indonesia (bahasa)," jelas dia.