Liputan6.com, Jakarta Harga minyak jatuh di tengah kekhawatiran jika ekspor minyak mentah Irak dan output AS bisa merusak upaya OPEC untuk mengurangi pasokan di pasar.
Melansir laman Reuters, Selasa (10/1/2017), pada akhir perdagangan, harga minyak mentah Brent turun US$ 2,25 atau 2,87 persen menjadi US$ 54,85 ​​per barel.
Baca Juga
Sementara minyak mentah berjangka AS turun hampir 4 persen menjadi US$ 51,87 per barel.
Advertisement
Penurunan harga minyak ikut menekan saham energi di Wall Street dan Dow Jones Industrial Average."Harga (minyak) melemah... meminta perhatian beberapa berita bearish bahwa pasar telah bersedia untuk mengabaikan, seperti tingginya tingkat pasokan (kuartal keempat) dan uptrend di pengeboran rig AS dan produksi minyak yang sebenarnya, "kata Tim Evans, Ahli Energi Berjangka di Citigroup.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) setuju untuk memangkas produksi untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan global melanda lebih dari delapan tahun yang lalu pada November lalu.
Di sisi lain, Pound sterling merosot terpicu komentar Perdana Menteri Inggris Theresa May tentang jalan keluar yang agresif dari Uni Eropa.
Sterling yang merupakan penggerak besar di pasar mata uang, jatuh hampir 1 persen terhadap dolar ke posisi terendah lebih dari dua bulan setelah pernyataan May.
May mengatakan dia bersedia mengorbankan keanggotaan pada pasar tunggal untuk bisa mengontrol lebih besar di perbatasan.
Imbal hasil Treasury AS ikut naik sejalan dengan imbal hasil obligasi Inggris usai komentar May tersebut.
Analis mengatakan, pelemahan dolar menekan imbal hasil Treasury. Indeks Dolar yang melacak greenback terhadap enam mata uang, turun 0,23 persen menjadi 101,98.
Sementara sterling merosot ke posisi terendah lebih dari dua bulan. Sterling terakhir turun 0,9 persen menjadi US$ 1,2163.