Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah bekerja mengawasi industri jasa keuangan baik bank dan non bank selama lima tahun. Dalam perjalanannya, OJK mencatatkan kinerja yang cukup impresif. Hal itu dibuktikan dengan beberapa data peningkatan kemampuan di industri yang diawasinya.
Dari data yang disampaikan OJK, total aset perbankan sampai November 2016 mencapai Rp 6.582 triliun meningkat dibanding posisi 2014 sebesar Rp 5.615 triliun. Sedangkan rasio permodalan (CAR) meningkat dari posisi 19,57 persen di Desember 2014 menjadi 23,04 persen pada November 2016.
Selama tiga tahun terakhir perbankan diawasi OJK, penambahan modal anorganik mencapai Rp 27 triliun. Konsolidasi perbankan berjalan baik dengan dilakukannya merger dan integrasi 12 bank menjadi 6 bank. Hanya saja, tidak disebutkan bank mana saja yang berhasil digabungkan.
Advertisement
Baca Juga
"Kinerja OJK sudah baik dalam menjalankan tugas mengawasi bank dan lembaga keuangan non bank selama ini," ungkap Pengamat Perbankan Paul Sutaryono‎, Jumat (3/2/2017).
‎Selain itu, transisi pengawasan industri jasa keuangan dari Bapepam dan BI ke OJK sejak 2013 dan 2014 juga berjalan dengan baik, tanpa ada gejolak saat perpindahannya, dan itu dilakukan OJK berbarengan dengan pembentukan organisasi OJK baik di Pusat dan Daerah.
Sementara itu, kinerja Industri Keuangan Non Bank juga membaik dilihat dari aset IKNB pada November 2016 meningkat 15,61 persen menjadi Rp 1.869 triliun dibanding posisi tahun lalu. Jumlah entitas lembaga jasa keuangan non bank per Nopember 2016 tercatat sebanyak 1.048 entitas, bertambah 118 entitas dibanding Nopember tahun lalu.
Sedangkan di pasar modal Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan akhir Desember 2016 mencatat pertumbuhan 15,32 persen. Selain itu nilai emisi pada 2016 tercatat sebanyak Rp 194,7 triliun atau tumbuh 68,94 persen dibanding tahun 2015.
Pencapaian kinerja industri keuangan ini harus dipertahankan bahkan ditingkatkan oleh DK OJK periode kedua 2017-2022. Namun tantangan OJK bukan di situ saja.
Menurut Paul, tantangan OJK ke depan bukan suatu yang ringan karena fenomena yang terjadi di tengah masyarakat saat ini yaitu maraknya penawaran investasi ilegal yang menjanjikan imbal hasil di luar batas kewajaran.
‎"Tantangan ke depan akan lebih berat, misalnya dalam menepis banyaknya investasi bodong atau investasi abal-abal yang mencuat di permukaan pada akhir-akhir ini," ucap Paul.
Paul berharap, DK OJK lebih meningkatkan edukasi tentang aneka investasi di beberapa kota yang banyak ditawari oleh pelaku‎ investasi bodong dan memberikan berbagai tips untuk mengetahui mana investasi legal dan ilegal. (Yas)