Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia diperkirakan bertumbuh sekitar 5 persen pada 2016 atau lebih tinggi dari realisasi 2015 yang sebesar 4,79 persen. Kontribusi pendorong ekonomi Indonesia masih dari konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah yang meningkat di kuartal IV tahun lalu.
"Pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2016 negatif 1,67 persen (QoQ) dan 5,19 persen (Yoy) sehingga ekonomi di 2016 tumbuh 5,08 persen," kata Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Damhuri Nasution dalam risetnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (6/2/2017).
Dia menjelaskan, motor pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang mengalami pertumbuhan seiring dengan terjaganya laju inflasi sepanjang tahun lalu.
Advertisement
"Tren suku bunga yang turun dan indeks kepercayaan konsumen relatif tinggi sehingga mendorong konsumsi masyarakat," ujar dia.
Baca Juga
Sementara kontribusi dari belanja pemerintah, Damhuri menuturkan, tumbuh lebih pesat setelah terjadi konsolidasi fiskal yang dilakukan pemerintah pada kuartal III-2016.
"Dari sisi investasi tumbuh relatif baik sejalan dengan penurunan suku bunga, serta perbaikan sentimen dari pelaku bisnis," ucap dia.
Sedangkan pertumbuhan ekspor, Ia menuturkan, kondisi mulai berbalik dari sebelumnya tumbuh kontraksi atau negatif di 2015 menjadi positif pada kuartal IV-2016.
Terpisah, Ekonom Bank Rakyat Indonesia (BRI), Akbar Suwardi meramalkan pertumbuhan ekonomi di kuartal IV secara QoQ negatif 1,80 persen dan 5,05 persen secara tahunan (Yoy). Proyeksi ini sedikit di atas kuartal IV-2015 yang sebesar 5,04 persen dan lebih baik dari realisasi 5,02 persen di kuartal III-2016.
"Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,04 persen di 2016," ujar dia.
Menurut Akbar, perbaikan ekonomi nasional pada 2016 dikerek dari beberapa sumber penopang. Pertama, penyumbang ekonomi terbesar masih konsumsi rumah tangga. "Ke depan, konsumsi rumah tangga perlu dijaga melalui daya beli masyarakat karena ada kenaikan beberapa administered prices, seperti listrik, gas, BBM," tutur dia.
Kedua, perbaikan daya beli masyarakat seiring peningkatan kredit perbankan di akhir tahun lalu sekitar 9 persen.
"Kondisi ini diperkuat dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah uang beredar di akhir 2016. Jumlah uang beredar dapat dijadikan indikator perputaran uang dan membaiknya tingkat pertumbuhan tersebut mencerminkan aktivitas ekonomi di akhir tahun lebih baik," jelas dia.
Pendorong ketiga, ucapnya, dari perbaikan belanja pemerintah. Akbar menerangkan, setelah sempat melakukan pemotongan belanja di kuartal III tahun lalu, pemerintah tetap berkomitmen mengejar target penyerapan anggaran.
"Walaupun masih belum bisa maksimal, beberapa dana yang sempat ditunda sudah dibayar, seperti dana transfer ke daerah. Akan tetapi, efek baru dirasakan di kuartal I-2017," kata dia.
Terakhir, sambung Akbar, pertumbuhan ekonomi nasional terkerek dari perbaikan harga komoditas perkebunan. Dia menambahkan, perbaikan harga komoditas turut andil dalam memulihkan tingkat pertumbuhan ekspor di akhir 2016.
Secara keseluruhan, kata dia, pelemahan ekspor dapat ditahan dan kondisi ini jauh lebih baik dari 2015. Perbaikan impor, khususnya impor bahan baku dan barang modal dibanding kuartal II dan III juga menjadi indikator adanya perbaikan produksi di kuartal akhir tahun lalu meski terbatas.
"Diharapkan momentum perbaikan pertumbuhan ekonomi di 2016 akan terus berlanjut di tahun berikutnya," ujar Akbar.