Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama rombongan kabinet telah menyelesaikan kunjungan kenegaraan ke Australia.‎ Kunjungan selama dua hari tersebut menghasilkan berbagai kesepakatan, salah satunya di bidang ekonomi.
Di ‎sektor perdagangan, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan, Indonesia mendapatkan akses untuk pasar herbisida dan pestisida. Nilai impor Australia untuk kedua jenis zat kimia pembasmi hama tersebut mencapai US$ 1,3 miliar-US$ 1,5 miliar.
Baca Juga
Dengan diberikannya akses masuk ini diharapkan nilai ekspor Indonesia untuk kedua produk pembasmi hama tersebut dapat meningkat karena selama ini terhambat oleh tarif. "Indonesia hanya bisa masuk dengan US$ 50 juta karena berbagai hambatan tarif," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (27/2/2017).
Advertisement
Sementara itu, pemerintah Indonesia juga akan menyamakan tarif bea masuk gula dari Australia dengan gula dari ASEAN. "Jadi kalau dari sisi kita, kita hanya mengalihkan saja. Kita masih tetap impor tapi sekarang sebagian dari Thailand, sebagian bisa juga dari Australia," lanjut dia.
Upaya ini dilakukan untuk menghindari ketergantungan impor gula dari satu negara. "Raw sugar (gula mentah) itu kita hanya impor dari Thailand sehingga harganya mereka yang tentukan," ucap dia.‎
Hal lain yang terkait dengan perdagangan adalah mengenai relaksasi sapi. Pemerintah telah menetapkan relaksasi berat sapi, dari 350 kg menjadi 440 kg. Dengan kondisi seperti itu, harga sapi bakalan turun US$ 1 per kg. Pada waktu dikirim, setelah empat bulan proses penggemukan, harga daging sapi segar akan turun.
"Di luar dari harga daging beku yang sekarang sudah ada dengan maksimum Rp 80 ribu per kg," kata Enggartiasto.
Sementara ‎untuk ekspor kertas Indonesia ke Australia, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meyakini tidak akan terjadi hambatan karena Indonesia adalah negara pertama di Asia yang memiliki lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA).
"Dengan adanya FLEGT yang diakui oleh Uni Eropa menunjukkan kesinambungan dari produk Indonesia. Dengan advantage itu, saya yakin tuduhan-tuduhan yang berkaitan dengan sustainability tidak beralasan lagi," ucap Retno.