Liputan6.com, Jakarta - Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan wajib dibayarkan pengusaha kepada pekerja atau buruh. THR sendiri dibayarkan jelang hari raya keagamaan. Lantas, apa syarat pekerja atau buruh supaya dapat THR?
Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, pekerja yang mendapat THR ialah memiliki masa kerja sebulan secara terus menerus. Demikian, bunyi Pasal 2 ayat 1 peraturan tersebut.
"Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus atau lebih," bunyi Pasal 2 ayat 1 seperti dikutip oleh Liputan6.com, Jakarta, Rabu (7/6/2017).
Advertisement
Baca Juga
Kemudian, Pasal 2 ayat 2 berbunyi, THR diberikan kepada pekerja atau buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Besaran THR diatur pada Pasal 3 ayat 1, di mana (a) pekerja yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih diberikan 1 bulan upah. Sementara, (b) pekerja yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus tapi kurang dari 12 bulan diberikan THR secara proposional. Hitungannya, masa kerja dibagi 12 dikali 1 bulan upah.
"Upah 1 (bulan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas komponen upah: (a) upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau (b) upah pokok termasuk tunjangan tetap," tulis Pasal 3 ayat 2.
Pasal 3 ayat 3 menjelaskan, perhitungan upah berdasarkan perjanjian kerja harian lepas dalam 1 bulan. (a) Pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, 1 bulan upah dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. (b) Pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Peraturan ini juga mengatur syarat pemberian THR kepada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Pasal 7 ayat 1 dijelaskan, pekerja yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian tidak tertentu dan mengalami PHK sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan berhak atas THR Keagamaan.
"THR Keagamaan sebagaimana dimaksud ayat 1 berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadi pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha," bunyi Pasal 7 ayat 2.
Sementara, Pasal 7 ayat 3 menerangkan, ketentuan Pasal 7 ayat 1 tidak berlaku bagi pekerja yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, yang berakhir sebelum hari raya keagamaan.