Ekonom: Impor Garam Solusi Jangka Pendek

Kelangkaan dan lonjakan harga garam yang terjadi belakangan ini dinilai menjadi momentum yang tepat untuk membenahi kebijakan pergaraman

oleh Septian Deny diperbarui 06 Agu 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2017, 12:00 WIB
garam
Para petani garam di Kedung Jepara memanen garam yang tahun 2017 berasa manis. (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Jakarta Kelangkaan dan lonjakan harga garam yang terjadi belakangan ini dinilai menjadi momentum yang tepat untuk membenahi kebijakan pergaraman Indonesia. Salah satunya soal pembenahan di tata niaga dan kelembagaan yang melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perdagangan (Kemendag), PT Garam dan petani garam.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya mengatakan turunnya produksi garam di saat peningkatan permintaannya membuat harga garam melonjak. Oleh sebab itu impor menjadi solusi jangka pendek yang harus dijadikan target untuk membuat kebijakan yang sistematis untuk meningkatkan produksi garam di dalam negeri.

“Produksi turun. Demand tetap, sehingga harga naik. Solusi jangka pendek ya impor tapi harus jadi target kebijakan sistematis untuk tingkatkan kapasitas produksi dalam 2-3 tahun ke depan,” ujar dia di Jakarta, Minggu (6/8/2017).

Untuk dapat mendongkrak jumlah produksi garam, lanjut dia, diperlukan kebijakan sistematis melalui meningkatkan teknologi produksi dan manajemen yang baik.

Menurut Berly, daerah yang menjadi sentra produksi garam juga harus menjadi perhatian pemerintah. Sebab, jika sentra produksi jauh dari konsumennya maka harga jual akan mahal karena tingginya biaya distribusi.

“Kalau produksi jauh dari lokasi pembeli, maka biaya transport jadi mahal harga jual,” lanjut dia.

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah sebenarnya telah memiliki program untuk petani garam yaitu Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Namun sayangnya selama ini implementasi belum  berjalan maksimal.

"Ini tapi enggak jalan, realisasi bantuan tidak pernah mencapai 100 persen, target produksi garam dari PUGAR hanya 51,4 persen dari target. Jadi programnya sudah ada, tetapi tidak serius diawasi pemerintah," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, pihaknya telah memberikan izin impor garam sebanyak 75 ribu ton dari Australia. Menurut dia, impor ini mau tak mau harus dilakukan karena stok di dalam negeri yang terus menipis dan terjadi lonjakan harga di pasaran.

Sementara alasan pihaknya membuka impor garam dari Australia adalah karena jarak tempuhnya yang relatif singkat, sehingga mempercepat garam sampai di Indonesia. "Kita semua berharap ke depannya Indonesia dapat swasembada garam, dan menjadi negara yang berdirikari," ungkap Enggar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya