Jokowi: Diplomasi Ekonomi RI Bergerak ke Pasar Nontradisional

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2017 defisit US$ 270 juta.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Agu 2017, 12:33 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2017, 12:33 WIB
Pidato Presiden Jokowi Pada Sidang Tahunan MPR
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Sidang Tahunan MPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8). Sidang tersebut beragendakan mendengar pidato Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Tak hanya mengincar pasar dalam negeri, Indonesia juga terus menggenjot pasar ekspor. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutnya sebagai diplomasi ekonomi.

Dia mengatakan, mesin diplomasi ekonomi Indonesia, dengan terus bergerak menggarap pasar nontradisional. "Di Afrika, Timur Tengah, dan Asia," ujar Jokowi dalam Pidato Kenegaraan dalam Rangka HUT ke-72 Proklamasi Kemerdekaan RI di depan DPD RI dan DPR RI di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2017).

Presiden mencontohkan diplomasi ekonomi seperti yang dilakukan PT INKA. BUMN ini berhasil mengekspor 150 gerbong kereta api ke Bangladesh. Kemudian PT Dirgantara Indonesia yang mengekspor pesawat CN 235 ke Senegal dan Thailand.

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2017 defisit US$ 270 juta. Sedangkan secara kumulatif mencetak surplus sebesar US$ 7,39 miliar sepanjang Januari-Juli 2017.

Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, ‎nilai ekspor Indonesia pada bulan ketujuh ini tercatat sebesar US$ 13,62 miliar. Angka ini lebih rendah dibanding realisasi impor yang sebesar US$ 13,89 miliar.

"Karena kenaikan impor tinggi sekali 39 persen (Juli 2017 dibanding Juni 2017), jadi neraca perdagangan di Juli ini terjadi defisit sebesar US$ 270 juta," ujar Kecuk saat Rilis Neraca Perdagangan Juli 2017 di kantor BPS, Jakarta, ‎Selasa (15/8/2017).

Nilai kinerja neraca perdagangan yang defisit ini berbalik arah dibanding realisasi di Juni lalu surplus sebesar US$ 1,63 miliar. Di kuartal I, surplus US$ 4,09 miliar dan di kuartal II-2017 sebesar US$ 3,58 miliar.

"Penyebab defisit di Juli ini karena terjadi kenaikan impor bahan baku dan bahan penolong atau barang modal yang luar biasa tinggi pasca lebaran. Tapi impor ini diharapkan dapat menggerakkan industri sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi," jelas Kecuk.

Jika dirinci, Kecuk mengatakan, defisit US$ 270 juta berasal dari surplus nonmigas yang mencapai US$ 332,9 juta, sementara neraca dagang minyak dan gas (migas) masih defisit sebesar US$ 604,1 juta.

Tonton video menarik berikut ini:


 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya