DJP Rilis Standar Penilaian Harta Wajib Pajak

Ditjen Pajak rilis surat edaran Nomor SE-24/PJ/2017 untuk menghindari sengketa antara petugas pajak dengan wajib pajak.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Sep 2017, 17:30 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2017, 17:30 WIB
Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (iStockphoto)​

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menyatakan ada standar penilaian harta selain kas yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan. Ini sebagai bagian pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).

Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-24/PJ/2017 pada 22 September 2017. Surat edaran itu tentang petunjuk teknis penilaian harta selain kas yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan dalam rangka pelaksanaan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.

Dengan terbitnya surat edaran ini, seluruh petugas pajak memiliki standar sama untuk melaksanakan penilaian harta. Ini juga sebagai amanat menjalankan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak. Demikian mengutip keterangan tertulis, Kamis (28/9/2017).

Selain itu juga Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai penghasilan.

Bagi wajib pajak, adanya standar penilaian memberikan kepastian serta menjamin prosedur penilaian objektif, sehingga mengurangi potensi terjadinya sengketa antara petugas pajak dengan wajib pajak.

Secara umum, surat edaran ini mengatur, penilaian harta selain kas dilakukan sesuai kondisi dan keadaan harta pada 31 Desember 2015 (atau akhir periode berbeda untuk wajib pajak yang memiliki akhir tahun buku berbeda).

Hal itu sesuai pedoman nilai antara lain:

1. Terhadap aset yang atasnya terdapat nilai yang ditetapkan pemerintah, nilai aset itu menggunakan nilai yang ditetapkan pemerintah.

2. Terhadap aset yang tidak memiliki acuan nilai yang ditetapkan pemerintah, nilai aset itut menggunakan nilai atau harga yang telah dipublikasikan lembaga atau instansi terkait.

3. Terhadap aset yang tidak memiliki acuan nilai yang ditetapkan pemerintah dan tidak terdapat nilai atau harta yang dipublikasikan lembaga atau instansi terkait, nilai ditentukan secara objektif dan profesional sesuai standar penilaian dengan mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pajak SE-54/PJ/2016 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Properti, Penilaian Bisnis dan Penilaian Aset Tak Berwujud untuk Tujuan Perpajakan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Selanjutnya

Nilai atas beberapa jenis harta yang memiliki acuan nilai dari pemerintah atau yang dipublikasikan lembaga atau instansi terkait antara lain:

1. Tanah atau bangunan sektor pedesaan dan perkotaanNilai harta yang akan digunakan oleh Ditjen Pajak antara lain nilai jual objek pajak sesuai SPPT PBB tahun 2015. Instansi atau lembaga terkait yang memiliki acuan dari Pemerintah Kabupaten/Kota atau Pemerintah Provinsi untuk DKI Jakarta.

2. Tanah atau bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan dan sektor lainnya. Nilai harta yang akan digunakan oleh Ditjen Pajak antara lain nilai jual objek pajak sesuai SPPT PBB tahun 2015. Nilai harta itu memiliki acuan nilai dari Ditjen Pajak.

3. Kendaraan BermotorNilai harta yang akan digunakan oleh Ditjen Pajak yaitu nilai jual kendaraan bermotor. Nilai harta itu memiliki acuan dari Pemerintah Provinsi.

4. Emas atau perakNilai harta yang akan digunakan oleh Ditjen Pajak yaitu harga jual PT Aneka Tambang. Nilai harta itu memiliki acuan nilai dari PT Aneka Tambang Tbk.

5. Obligasi Pemerintah Indonesia dan perusahaanNilai harta yang akan digunakan oleh Ditjen Pajak yaitu harga obligasi. Nilai harta itu memiliki acuan dari PT Penilai Harga Efek Indonesia

6. Saham perusahaan terbuka. Nilai harta yang akan digunakan oleh Ditjen Pajak yaitu harga per lembar saham. Nilai harta itu memiliki acuan dari PT Bursa Efek Indonesia.

7. Reksa danaNilai harta yang akan digunakan oleh Ditjen Pajak yaitu nilai nilai aktiva bersih. Nilai harta itu memiliki acuan dari PT Bursa Efek Indonesia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, untuk menghindari pemeriksaan pajak dalam rangka pelaksanaan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, bagi wajib pajak yang masih memiliki harta yang diperoleh dari penghasilan yang belum dibayarkan pajaknya, dan harta itu belum dilaporkan dalam SPT PPh Tahunan atau surat pernyataan dalam program amnesti pajak dapat membetulkan SPT PPh Tahunan dengan melaporkan harta dan penghasilan serta pajak yang harus dibayar seuai ketentuan berlaku.

"Ditjen Pajak sendiri akan melaksanakan amanat UU Pengampunan Pajak serta PP Nomro 36 Tahun 2017 secara profesional dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi demi perbaikan kepatuhan pajak serta menjaga kepercayaan dunia usaha dan iklim investasi," jelas Hestu.

Untuk mencegah penyimpangan, Ditjen Pajak menerapkan pengawasan internasl sesuai aturan berlaku. Selain itu mengharapkan bantuan masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan PP ini di lapangan.

Bagi wajib pajak yang ingin menyampaikan pengaduan terkait implementasi PP ini, dapat menyampaikan pengaduan terkait implementasi PP melalui whistleblowing system Kementerian Keuangan di http://www.wise.kemenkeu.go.id

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya