Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung tertekan belakangan ini. Nilai tukar rupiah bergerak ke arah Rp 13.600 per dolar AS.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menyebut, nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) menaikan suku bunga acuan. Kenaikan tersebut, lanjut dia, tergantung dengan kondisi ekonomi AS.
"Kalau Trump policy menurunkan pajak, mengudang uang AS itu berhasil. Kemudian ekonomi AS tambah booming, sekarang booming mau tambah lagi, pasti orang capital market, ekonom inflasinya akan naik," kata dia dalam acara Economic & Capital Market Outlook 2018 di Jakarta, Selasa (31/10/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dia menuturkan, jika inflasi naik, The Fed akan cenderung menaikan suku bunga acuan. Alhasil, terjadi aliran modal kembali ke AS.
Tak sekadar itu, dia menyebut, cepat tidaknya kenaikan suku bunga tergantung pimpinan baru The Fed. "Selain tergantung inflasi, juga tergantung pilotnya di The Fed," ujar dia.
Dia menyebut, terdapat beberapa tipikal pemimpin The Fed. Dia menuturkan, ada orang dengan tipikal dowvish yakni orang yang sangat hati-hati terhadap kenaikan suku bunga. Adapula hawkish yakni orang yang terus berupaya mencegah supaya inflasi tinggi.
Terlepas dari itu, Mirza menyebut selama inflasi Indonesia rendah dan anggaran negara sehat, maka aliran modal tetap bertahan. Artinya, nilai tukar rupiah juga terjaga.
"Tapi selama kita jaga inflasi rendah, ekspor impor defisitnya pada angka sehat, APBN sehat, politik kondusif, maka aliran modal asing yang masuk menurut kami bisa tetap akan bagus seperti saat ini," kata dia.
Mengutip data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah bergerak di kisaran 13.572 per dolar AS pada 31 Oktober 2017. Rupiah naik tipis dari periode 30 Oktober 2017 di kisaran 13.580.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI Mulai Intervensi
Sebelumnya, Bank Indonesia langsung sigap menahan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi dalam beberapa hari belakangan ini. Terbukti, BI mulai mengguyur pasokan valas di pasar dengan menggunakan cadangan devisa yang dimiliki.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan, memang selama ini pergerakan rupiah diserahkan ke mekanisme pasar. Sehingga akan mencerminkan suply dan demand pasar valas di Indonesia itu sendiri.
"Sejauh ini memang pergerakan nilai tukar lebih karena faktor eksternal dan dialami seluruh negara, maka sasaran melakukan stabilisasinya memang diutamakan. Memang Oktober kita banyak melakukan intervensi pasar valas, tapi kita juga mulai lakukan pembelian SBN di pasar sekunder," papar Perry di Kompleks Bank Indonesia, Jumat (27/10/2017).
Dengan intervensi yang dilakukan Bank Indonesia tersebut, dipastikan rupiah tetap dalam koridor yang sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia.
Mengenai cadangan devisa, ditegaskan Perry, meski telah digunakan untuk melakukan intervensi di pasar valas, jumlahnya masih cukup aman.
"Cadev (cadangan devisa) kita jauh lebih besar dan jauh mencukupi untuk melakukan stabiliasai nilai tukar rupiah. Itu bisa dilihat dari indikator baik dari sisi jumlah bulan impor dan utang luar negeri, jauh mencukupi dari standar iternasional," ucapnya.
Advertisement