Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan menetapkan sembilan langkah, untuk menghentikan potensi defisit pendanaan (mismatch) untuk pembayaran klaim peserta yang terjadi pada lembaga tersebut. Tahun ini perkiraan potensi defisit mencapai Rp 9 triliun.
Potensi defisit BPJS kesehatan tersebut menjadi pembahasan rapat koordinasi‎ yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani.
Baca Juga
Rapat juga dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro, dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris.
Advertisement
"Baru saja selesai rapat koordinasi berkaitan mengatasi indikasi defisit BPJS Kesehatan, di mana kami sudah koordinasi dengan Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan tentu saja BPJS," kata Puan, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang‎ PMK, Jakarta, Senin (6/11/2017).
Puan mengungkapkan, dari rapat koordinasi tersebut, ada sembilan langkah agar defisit pada BPJS Kesehatan tidak terjadi lagi. Dengan demikian, ada keseimbangan antara pemasukan dan penerimaan.
"Ada sembilan hal yang bisa dilakukan, bagaimana kemudian nantinya bisa mengatasi defisit BPJS," ujar Puan.
Dia menyebutkan, langkah tersebut di antaranya melakuk‎an pembagian tagihan biaya dengan pemerintah daerah dan membagi sebagian penghasilan pemda yang berasal dari cukai rokok ke BPJS kesehatan.
"Sehingga peran pemda bisa ikut aktif bukan hanya melakukan prefentif dan promosi saja, tapi uang yang di pemda bisa melakukan pelayanan kesehatan atas profit," tutur Puan.
Pada kesempatan ya‎ng sama, Fachmi menambahkan, cara untuk menghindari defisit pada BPJS kesehatan berikutnya adalah membagi tanggungan pembayaran dengan BPJS Ketenagakerjaan atas penyakit yang diakibatkan pekerjaan, serta membuat layanan kesehatan dan biaya operasional BPJS kesehatan lebih efisien tanpa mengurangi mutu pelayanan.
"Nah, untuk menutup iuran yang belum sesuai, tentu ada upaya yang dilakukan pemerintah agar program tetap berjalan. Salah satunya dengan suntikan dana tambahan sesuai PP 87," ujar Fachmi.
Â
Sebab Defisit
Sebelumnya, BPJS Kesehatan berpotensi defisit pendanaan (mismatch) untuk pembayaran klaim peserta sebesar Rp 9 triliun pada tahun ini. Hal tersebut salah satunya akibat kekurangan bayar iuran para pesertanya.
Direktur Kepatuhan Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan B‎ayu Wahyudi menjelaskan, dari perhitungan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), terdapat selisih pembayaran iuran sebesar Rp 13 ribu per peserta. Sementara, jumlah peserta pada kategori tersebut mencapai 92,4 juta jiwa.
"Dari hasil perhitungan, PBI itu bayar Rp 23 ribu, harusnya dibayar Rp 36 ribu. Itu sudah selisih Rp 13 ribu. Bayangkan Rp 13 ribu dikali‎ 92,4 juta jiwa," ujar dia.
Selain itu, defisit tersebut juga disumbang kekurangan bayar iuran peserta bukan penerima upah (PBPU). Selisih pembayaran iuran di kategori ini bahkan diperkirakan lebih besar lagi.
"Itu‎ dari selisih PBI, saja belum dari PBPU. Kelas I itu Rp 81 ribu per bulan, tetapi kelas II ini hanya Rp 51 ribu seharusnya (bayar) Rp 68 ribu, berarti selisih Rp 17 ribu. Kemudian kelas III yang seharusnya itu Rp 53 ribu hanya dibayar Rp 25.500," kata dia.
Bayu menuturkan, perhitungan mismatch ini bukan hanya berasal dari BPJS Kesehatan ini, tetapi juga dari kementerian dan lembaga lain seperti Kementerian Keuangan.
"‎Bayangkan ini sudah diperhitungkan dari perhitungan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) kemudian, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, BPJS," ujarnya.
Advertisement