Korsel Bakal Tingkatkan Investasi Bidang Industri di RI

Lotte Chemical Titan yang akan berinvestasi sebesar US$ 3,5 miliar di Cilegon, Banten untuk memproduksi naphtha cracker.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Nov 2017, 20:15 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2017, 20:15 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat memberikan kuliah umumnya di Universitas Mercu Buana, Senin (4/8/2017). Liputan6.com/ Pramita Tristiawati

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dan Korea Selatan sepakat untuk meningkatkan kerja sama di sektor industri. ‎Salah satu yang difokuskan adalah pengembangan industri baik skala besar maupun kecil dan menengah.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, selama ini Korea banyak menjalin kerja sama di bidang industri dengan Rusia, Jepang dan China. Namun ke depannya, Korea ingin lebih banyak bekerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

"Presiden Moon tadi manyampaikan hal tersebut, karena selama ini Korea bekerja sama dengan Rusia, Jepang, dan China. Mereka sedang membuat kebijakan untuk bersinergi dengan ASEAN termasuk Indonesia,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Para pelaku industri baik Indonesia maupun Korea Selatan telah menyatakan minatnya untuk meningkatkan kerja sama.‎ Hal ini tentunya menjadi harapan besar bagi para pengusaha lokal mendapatkan mitra bisnisnya dari Negeri Ginseng tersebut.

“Presiden Moon memberikan apresiasinya. Sektor industri yang potensial, antara lain baja, petrokimia, pakan ternak, tekstil, dan alas kaki. Beberapa pengusaha Korea tadi menceritakan pengalaman baiknya yang selama ini telah berinvestasi di Indonesia. Mereka melihat, dengan potensi anak muda Indonesia, mereka ingin menjadi partner dari perkembangan ekonomi Indonesia,” jelas dia.

Airlangga mengungkapkan, selama ini pihaknya terus mendorong realisasi investasi dari para pelaku industri Korea Selatan yang berkomitmen ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Misalnya, Lotte Chemical Titan yang akan berinvestasi sebesar US$ 3,5 miliar di Cilegon, Banten untuk memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas sebanyak dua juta ton per tahun. Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lain.

Airlangga juga telah melakukan pertemuan dengan Chairman Lotte Group Dong Bin Shin beserta jajarannya.

“Kami sepakat proyek ini dipercepat. Awalnya, konstruksi ditargetkan dimulai pada akhir tahun 2018. Ada beberapa hal teknis yang perlu didukung, seperti pembangunan pelabuhan, infrastruktur, dan pemberian fasilitas tax holiday,” tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Sektor baja

Sementara itu, di sektor industri baja, pengusaha kedua negara akan bermitra dengan Jepang untuk membangun pabrik penghasil cold rolling mill atau baja canai dingin. “Jadi, kerja samanya antara Krakatau Posco dengan Nippon Steel, karena end user-nya di bawah Jepang untuk sektor otomotif. Target tahun 2019 sudah dimulai,” kata Airlangga.

PT Krakatau Posco, perusahaan patungan antara PT Krakatau Steel Tbk dan produsen baja terbesar asal Korea Selatan, Posco juga tengah mempercepat pembangunan proyek klaster 10 juta ton baja di Cilegon. Kapasitas produksi ini ditargetkan akan tercapai pada 2025.

Selain itu, Krakatau Posco membangun fasilitas pemurnian dan peleburan baja (blast furnace). Pabrik tersebut di atas lahan 55 hektare di Cilegon, dan akan memproduksi 1,2 juta ton baja lebur. Perusahaan ini pun tengah merealisasikan pembangunan pabrik baja lembaran panas kedua dengan kapasitas 1,5 juta ton per tahun.

Airlangga mengemukakan, industri baja merupakan sektor strategis karena merupakan induk dari industri lainnya. Apalagi, pemerintah sedang giat membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, properti, energi, hingga telekomunikasi yang seluruhnya membutuhkan baja.

Berdasarkan catatan BKPM, Korea Selatan adalah investor nomor tiga terbesar di Indonesia. Di sektor industri manufaktur, perusahaan-perusahaan Korea Selatan berkontribusi hingga 71 persen dari total investasi selama lima tahun terakhir sebesar US$ 7,5 miliar. Bahkan, pabrik-pabrik tersebut mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 900 ribu orang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya