Sri Mulyani Kaji Tarif Pajak UMKM yang Jualan Online

Tarif pajak ini tentunya tidak akan memberatkan supaya UMKM tersebut patuh terhadap kewajiban perpajakannya.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Des 2017, 13:57 WIB
Diterbitkan 07 Des 2017, 13:57 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)
Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati sedang mengkaji tarif pungutan pajak bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berjualan secara online, sehingga dapat menciptakan kesetaraan (playing field) dengan konvensional. Upaya ini merupakan permintaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). 
 
"Bapak Presiden sudah minta kita mengkaji perlakuan pajak untuk pelaku (usaha) kecil yang di-connect perusahaan platform atau marketplace supaya ada suatu perlakuan pajak yang mudah dan tarif yang bisa dipertimbangkan," kata Sri Mulyani di Jakarta Convention Center, Kamis (7/12/2017). 
 
 
Sri Mulyani mengaku, sedang menghitung besaran tarif pajak bagi UMKM yang berjualan online di perusahaan penyedia platform maupun marketplace. Tarif ini tentunya tidak akan memberatkan supaya UMKM tersebut patuh terhadap kewajiban perpajakannya. 
 
"Kami sedang menghitung (tarif) sesuai yang diarahkan Bapak Presiden, supaya ada perlakuan pajak yang adil antara konvensional dan online, serta peningkatan kepatuhan pajaknya," terangnya. 
 
Aturan pajak e-commerce ini, sambung dia, tengah diformulasikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak baru, dan akan difinalkan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal serta Dirjen Bea dan Cukai. Sri Mulyani memastikan aturan tersebt akan segera meluncur. 
 
"Intinya tidak ada satu paket untuk membedakan, tapi lebih mengatur bagaimana upaya pemungutan bisa dilakukan secara efektif. Menciptakan level playing field, artinya tidak ada satu kelompok yang membayar pajak merasa dirugikan karena tidak ada kesetaraan perlakuan pajak," tegas Sri Mulyani.
 
Tonton Video Pilihan Ini:
 
 

Jelang Tutup Tahun, Sri Mulyani Harus Kumpulkan Pajak Rp 300 T

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut, realisasi penerimaan pajak hingga November 2017 mencapai Rp 920,34 triliun atau 71,7 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun.

"Penerimaan pajak kita posisinya 71,7 persen sampai dengan 17 November," kata Sri Mulyani usai acara 7th Anggual International Forum on Economic Development and Public Policy di JCC, Kamis (7/12/2017).

Jika dihitung dari target hingga akhir tahun ini yang dipatok Rp 1.283,6 triliun, maka 71,7 persen setara dengan Rp 920,34 triliun. Itu artinya, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan masih harus mengumpulkan sekitar Rp 363,26 triliun di satu bulan terakhir 2017.

"Angka ini sebenarnya lebih tinggi dari penerimaan pajak di periode yang sama 2016, bahkan dengan memasukkan penerimaan dari tax amnesty," Sri Mulyani menjelaskan.

Dia mengatakan, setoran penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sepanjang Januari-November ini meningkat 14,6 persen, Pajak Penghasilan (PPh) dari Wajib Pajak Orang Pribadi tumbuh sangat tinggi 46,4 persen, dan penerimaan pajak dari PPh Badan Usaha bertumbuh 17,2 persen.

"PPh dari perusahaan pertambangan meningkat hingga 70 persen, sektor perdagangan naik 37 persen," terangnya.

Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah akan terus melakukan upaya untuk mengejar target penerimaan pajak sampai akhir tahun. Sehingga dia enggan menjawab proyeksi kekurangan (shortfall) penerimaan pajak.

"Shortfall saya tidak jawab dulu. Tapi kita akan melakukan upaya, mengidentifikasi sebagai baseline, melakukan sesuatu secara reguler, dan ada upaya ekstra berdasarkan informasi sesudah tax amnesty, dari informasi pertukaran data, dan berbagai sumber lain," paparnya.

"Kita juga akan melihat perkembangan harga komoditas saat ini apakah bisa menaikkan penerimaan sekarang yang seluruhnya bersifat non baseline," tandas Sri Mulyani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya