Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) berkomitmen lebih agresif mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) di dalam negeri. Hal ini mengantisipasi pemanasan global yang diakibatkan kerusakan lingkungan.
Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, pemerintah mendorong EBT terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia.
"Kementerian ESDM dan KLHK mendorong EBT untuk peran lebih besar di masa mendatang. Tentu ini tergambar di kami untuk penyediaan energi dengan berkurangnya pemakaian BBM fosil dan peningkatan kesadaran pemanasan global hampir dipastikan bahwa renewable energy will be our future," kata Elia, dalam Pertamina Energy Forum 2017, di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (12/12/2017).
Advertisement
Baca Juga
Elia melanjutkan, perusahaan migas dari negara yang memiliki cadangan migas besar pun saat ini mulai melirik teknologi yang ramah lingkungan. Pertamina tidak mau ketinggalan untuk mengembangkan EBT.
"Kami sadari fokus Pertamina yang selama ini di bidang migas kami perlu tingkatkan kapabilitas dalam energi baru terbarukan agar setara dengan pemain lain," tutur dia.
Elia menuturkan, Pertamina tidak menutup kemungkinan menggandeng pemain yang sudah berpengalaman dalam EBT, untuk meningkatkan akslerasi pengembangan EBT.
"Penting bagi kami kerja sama dengan para pemain existing agar akselerasi. Penting bagi kami kuasai energi baru terbarukan, yang disadari punya peran vital di bisnis ini," ujar dia.
Elia mengungkapkan, Pertamina tidak mungkin melakukan dari awal untuk atasi ketertinggalan. Oleh karenaitu perusahaan energi pelat merah tersebut berminat melakukan kerja sama atau berinvestasi pada perusahaan yang sudah lebih dahulu mengembangkan EBT.
"Untuk mengejar ketertinggalan itu kami tidak meungkin mulai dari nol, makanya kami berminat melakukan patnership atau berinvestasi di perusahaan yang sudah memiliki atau sudah kembangkan teknologi EBT lebih dulu," ujar dia.
Pertamina berkomitmen mengembangkan potensi energi yang melimpah di alam Indonesia. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah menetapkan bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Tentu, butuh konsistensi banyak pihak agar angka ini dapat tercapai. Di sini Pertamina menunjukkan perannya terhadap target tersebut.
"Indonesia memiliki potensi EBT yang belum banyak dimanfaatkan, apalagi dengan target pencapaian EBT di tahun 2025 sebesar 23 persen harus ditinjau kembali. Untuk mencapai target tersebut harus jelas pemetaannya, misalnya bicara sumber energi angin di mana sumbernya di Indonesia yang sesuai kebutuhan, begitu juga sumber energi matahari harus tepat pemetaan tempat yang cocok untuk dikembangkan," ujar Elia.
Hingga kini, Pertamina telah meraih peningkatan produksi geothermal sebesar 31 persen yakni 2.932 Giga Watt hour (GWh). Selain itu konsumsi biodiesel dalam negeri mencapai 2,7 miliar liter pada 2016.
Pada 2020 diproyeksikan konsumsi biodiesel mencapai 3,9 miliar liter Biodiesel 30 (B30). Pertamina mengelola operasi pasokan Biodiesel di 60 terminal di seluruh Indonesia. Tantangan akan muncul dalam implementasi mencapai standar Biodiesel 30 yang akan diterapkan pada 2020.
Sementara itu, pengembangan solar panel saat ini sudah diterapkan Pertamina di wilayah operasi Pertamina, kawasan perkantoran, Zona Ekonomi Khusus, dan industri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Â
Upaya Menteri Jonan Perkuat Penggunaan Energi Ramah Lingkungan
Sebelumnya kebutuhan energi akan terus meningkat seiring bertumbuhnya ekonomi Indonesia. Berbagai langkah strategis pun telah dilakukan pemerintah untuk menjamin ketersediaan energi nasional, salah satunya adalah dengan mendorong secara masif pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Pemerintah mendorong penggunaan energi terbarukan untuk ketahanan energi nasional. Saat ini sedang dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap dengan kapasitas 75 MW dan diharapkan Commercial Operation Date (COD/beroperasi secara komersial) pada awal 2018," ungkap Menteri ESDM, Ignasius Jonan dalam keterangan tertulis, Jumat 1 Desember 2017.
Jonan memaparkan, selain Sidrap, ada beberapa proyek EBT yang sedang dilaksanakan, yaitu PLTB Jeneponto, di Sulawesi Selatan dengan kapasitas 65 MW dan PLTB Tanah Baru di Kalimantan Selatan. Pengembangan EBT ini dimaksudkan agar tarif listrik berbasis EBT akan lebih murah dan kompetitif.
Harga jual listrik PLTB Sidrap adalah 11,4 cent US$/kWh, dan sekarang dipersiapkan PLTB Sidrap Tahap II, kapasitas 50MW, dengan harga jual ke PLN yang jauh lebih murah, sekitar 6 cent/kWh.
Lebih lanjut, Jonan menyampaikan untuk PLT Arus Laut, proyek berkapasitas 20MW akan dikembangkan di Larantuka dengan harga jual listrik dari pengembang ke PT PLN sebesar 7,19 cent/kWh. Sangat kompetitif dibandingkan pembangkit listrik dari sumber energi primer lainnya.
"Saya percaya ke depannya EBT akan kompetitif apabila dibandingkan energi fosil, mungkin belum sekarang, tetapi secepatnya di masa depan akan terwujud," tegas Jonan.
Pengembangan EBT akan mengoptimalkan sumber daya alam setempat dengan cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan energi berkelanjutan.
Selain pemanfaatan EBT, upaya menerangi lebih dari 2.500 desa yang berada di daerah perbatasan, terisolir dan terluar juga menjadi prioritas. Pemerintah memberikan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) sehingga rasio elektrifikasi akan meningkat.
Lebih lanjut Jonan mengungkapkan, Kementerian ESDM juga mendorong penggunaan listrik, baik yang berasal dari energi fosil maupun energi baru terbarukan untuk transportasi maupun perlengkapan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Penggunaan kendaraan listrik yang ramah lingkungan serta ekonomis akan menjadi pilihan kendaraan di masa depan. Demikian juga dengan penggunaan kompor listrik, dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor Liquiefied Petroleum Gas (LPG).
"Dengan kompor listrik, mengurangi ketergantungan impor, saat ini kebutuhan LPG 6,5 juta ton per tahun, dan 4,5 juta ton per tahun itu impor. Dengan kompor listrik, lebih murah, bersih dan cepat," tutur Jonan. (Yas)
Advertisement