Trump Rombak Sistem Pajak, Apa Untung Rugi Buat RI?

Menko Darmin Nasution menuturkan, reformasi pajak di AS menimbulkan persepsi investor kalau ekonomi AS akan membaik.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Des 2017, 15:58 WIB
Diterbitkan 22 Des 2017, 15:58 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution  saat Peluncuran Buku Kebijakan Vokasi Indonesia, Jakarta, Kamis (21/12/2017). (Fiki/Liputan6.com)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution saat Peluncuran Buku Kebijakan Vokasi Indonesia, Jakarta, Kamis (21/12/2017). (Fiki/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Senat Amerika Serikat (AS) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan yang diajukan Presiden Donald Trump. Salah satunya memangkas tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 35 persen menjadi 21 persen.

"Kita belum tahu reaksi negara lain, seperti apa terhadap penurunan pajak di AS," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (22/12/2017).

Dia berpendapat, reformasi sistem pajak di AS ini akan mendorong persepsi investor  ekonomi Negeri Paman Sam itu akan bergerak membaik.

"Kemudian itu namanya flight to quality (realokasi ke aset yang lebih aman). Tapi seberapa besar, kita belum bisa memprediksinya karena dampaknya menyusul kalau ekonomi mereka membaik," jelas Darmin.

Apabila perekonomian AS membaik, sambung dia, akan mengerek ekspor sejumlah negara yang mengandalkan pasar AS, termasuk Indonesia. Namun, Darmin memperkirakan bahwa akan ada potensi kaburnya dana asing (capital outflow) dari Indonesia atas kebijakan perpajakan AS.

"Dari awalnya akan ada pengaruh tersebut, tinggal masing-masing negara reaksinya apa," ujar Darmin. Jika di negara lain ramai-ramai memangkas tarif pajak badannya seperti yang dilakukan Trump, maka Darmin mengkhawatirkan adanya potensi perang tarif. "Kalau negara lain menurunkan, ya akan ada persaingan," kata dia.

Namun, saat ditanyakan mengenai kemungkinan Indonesia ikut menurunkan tarif PPh Badan dari saat ini 25 persen, sebelumnya ada wacana memangkas pajak tersebut ke angka 17 persen.

"Kita belum mau, belum mau komentarlah. Lihat saja dulu perkembangannya," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Nilai Tukar Rupiah Stabil Bisa Tahan Dampak Reformasi Pajak AS

Rupiah Menguat Tipis atas Dolar
Petugas bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih belum beranjak dari level Rp 13.500-an per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, ekonom PT Bank Permata Tbk Joshua Pardede menuturkan, reformasi pajak yang dilakukan AS akan mendorong pertumbuhan ekonomi jadi 2,2-2,5 persen. Dengan ekonomi AS membaik, hal itu mendorong penguatan dolar AS untuk jangka pendek menengah.

"Reformasi pajak akan dorong dolar AS cenderung menguat dan imbal hasil surat berharga AS naik jadi 2,5 persen," kata Joshua.

Selain itu, ada kemungkinan dampak reformasi pajak itu dapat mendorong bank sentral AS atau the Federal Reserve menaikkan suku bunga sebanyak 2-3 kali pada 2018.

Akan tetapi, dampak Rancangan Undang-Undang (RUU) reformasi pajak yang sudah disepakati DPR AS, menurut Joshua, belum berdampak saat ini ke Indonesia. Apalagi kondisi geopolitik yang didorong dari kebijakan Presiden AS Donald Trump turut menahan penguatan dolar AS.

"Geopolitik bolanya di AS mulai dari Korea Utara dan Yerusalem. Ini membuat penguatan dolar AS jadi tertahan," kata Joshua.

Selain itu, Joshua menambahkan, Bank Indonesia (BI) akan pertahankan suku bunga pada 2018. Ini diharapkan dapat menahan dampak dari kebijakan reformasi pajak AS. Ditambah BI menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dapat jadi katalis positif untuk Indonesia. Oleh karena itu, investor asing diharapkan masih dapat berinvestasi dan menanamkan dananya di Indonesia.

"Jadi salah satu prasyarat investor global investasi, yaitu kestabilan nilai tukar. Bila investasi baik, tetapi nilai tukar tak stabil appetite jadi tidak terlalu besar," tambah Joshua.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya