Impor Beras Khusus, Ombudsman Temukan Indikasi Maladministrasi

Ombudsman RI menemukan indikasi terjadi maladministrasi dalam proses ekspor impor beras khusus yang diputuskan oleh Kemendag.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Jan 2018, 15:39 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2018, 15:39 WIB
Harga Beras di Pasar Induk Cipinang
Seorang kuli angkut memanggul beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Pedagang beras Cipinang sudah menerapkan dan menyediakan beras medium dan beras premium sesuai harga eceran tertinggi (HET). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia (RI) menemukan indikasi terjadinya maladministrasi dalam proses ekspor impor beras khusus yang diputuskan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai mengatakan, indikasi ada maladmisitrasi terjadi pada proses impor dan jenis beras yang diimpor.

"Kami menilai ada potensi gejala maladministrasi dalam situasi ini. Kami ingin kalau ada impor dilakukan dengan cara yang benar. Dalam impor beras, jangan mengabaikan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi maladministrasi dan pelanggaran hukum," ujar dia di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (15/1/2018).

Sementara itu, anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih menyatakan, Kemendag telah menunjuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk mengimpor beras khusus. Namun, penunjukan PPI ini dinilai berpotensi menyalahi aturan yang berlaku.

Dia menjelaskan, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 Pasal 3 ayat (2) Pasal 3 ayat (2) huruf d dan diktum ketujuh angka 3 lnpres Nomor 5 tahun 2015 mengatur jika yang diberikan tugas impor dalam upaya menjaga stabililtas harga adalah Perum Bulog.

Hal ini, ucap dia, juga didukung oleh dokumen notifikasi WTO terhadap Perum Bulog sebagai state trading enterprise (STE). Dengan demikian, penunjukan PT PPl sebagai importir berpotensi melanggar perpres dan inpres tersebut.

"Kami juga lihat penyalahgunaan kewenangan. di dalam Perpres 48, Bulog adalah importir. Jadi hati-hati untuk tidak dilanggar karena baru Bulog yang punya notifikasi. Kalau dicederai pergaulan internasional kita akan rusak. Dampaknya bisa meluas ke mana-mana," kata dia.

Selain itu, Alamsyah juga mempermasalahkan jenis beras yang dibuka keran impornya oleh Kemendag. Sebab, dengan kebutuhan beras medium, Kemendag malah membuka impor beras khusus.

"Impor dilakukan karena harga beras umum naik, tapi yang diimpor beras khusus. Itu juga sinyal bagi kami adanya maladministrasi," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ombudsman Minta Kementan Jangan Sampaikan Data Salah Stok Beras

Harga Beras di Pasar Induk Cipinang
Seorang kuli angkut menata tumpukan karung beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Penetapan HET beras kualitas medium zona Maluku, termasuk Maluku Utara dan Papua, HET Rp 10.250/kg dan Rp 13.600/kg untuk premium. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia meminta Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tidak lagi menyampaikan informasi stok beras yang tidak akurat kepada publik.

Hal ini menyusul terjadinya gejolak harga beras yang terjadi beberapa waktu terakhir ini akibat kelangkaan beras medium.

Anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih mengungkapkan, selama ini Kementan selalu menyatakan jika produksi beras suplus dan stok cukup. Pernyataan tersebut hanya didasarkan pada perkiraan luas panen dan produksi gabah tanpa disertai jumlah dan sebaran stok beras secara riil.

‎"Kami menyarankan pemerintah menghentikan pembangunan opini-opini surplus yang berlebihan," ujar dia di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin 15 Januari 2018.

Dia menuturkan, gejala kenaikan harga beras sebenarnya sudah terjadi sejak akhir tahun, tanpa adanya temuan penimbunan dalam jumlah yang besar. Hal ini mengindikasikan kemungkinan proses mark up data produksi dalam model perhitungan yang digunakan selama ini.

Alamsyah menambahkan, akibat penyataan suplus yang tidak didukung data akurat tentang jumlah dan sebaran stok beras yang sesungguhnya di masyarakat, membuat pengambilan keputusan terkait perberasan berpotensi keliru.

"Ombudsman menyarankan juga (Kementan) melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program cetak sawah, LTT (luas tambah tanam), benih subsidi, dan pemberantasan hama oleh Kementan," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya