Produksi AS Meningkat Bikin Harga Minyak Tergelincir

Harga minyak dunia merosot seiring produksi Amerika Serikat bertambah sehingga seimbangkan pasar.

oleh Agustina Melani diperbarui 20 Jan 2018, 05:33 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2018, 05:33 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak tergelincir menjelang akhir pekan ini. Bahkan harga minyak catatkan penurunan terbesar secara mingguan sejak Oktober. Hal tersebut didorong produksi minyak Amerika Serikat (AS) yang naik.

Harga minyak turun satu persen menjelang akhir pekan ini dengan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 65 sen ke posisi US$ 63,65 per barel. Harga minyak WTI sempat sentuh level tertinggi sejak Desember 2014 di kisaran US$ 64,89 per barel pada Selasa pekan ini.

Sedangkan harga minyak Brent melemah 68 sen ke posisi US$ 68,63 per barel. Pada perdagangan Senin kemarin, harga minyak Brent sempat sentuh level tertinggi sejak Desember 2014 di kisaran US$ 70,37.

Dalam laporan bulanan the International Energy Agency (IEA) menyebutkan stok minyak global cukup ketat. Ini dipengaruhi pemangkasan produksi minyak oleh OPEC, permintaan tumbuh dan produksi minyak Venezuela cetak level terendah dalam 30 tahun.

Akan tetapi, produksi minyak AS meningkat sehingga menyeimbangkan pasar. "Pertumbuhan masif di AS dan keuntungan dari Kanada dan Brazil sejauh ini dapat menghentikan penurunan dari Venezuela dan Mexico," dikutip dalam laporan produksi IEA pada 2018.

Persediaan minyak AS diperkirakan mencapai 10 juta barel per hari, sehingga ambil posisi Arab Saudi dan Rusia. Berdasarkan data pemerintah, produksi minyak AS naik hampir 300 ribu barel per hari menjadi 9,75 juta barel per hari pada pekan lalu.

Sedangkan rig AS turun lima menjadi 747 pada pekan ini. Berdasarkan data konsultan energi General Electric Co's Baker Hughes menyatakan angka itu lebih tinggi dari tahun lalu dengan ada 551 rig.

"Harga minyak akan kembali menguat seiring jumlah rig cukup tinggi," ujar Chris Jarvis, Presiden Direktur Caprock Risk Management, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (20/1/2018).

Bagaimana pun juga harga minyak akan tetap pulih, dan sebagian analis tidak mengharapkan penurunan. Pendorong harga minyak didukung pemangkasan produksi oleh negara tergabung dalam the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan Rusia sejak Januari 2017.

Pemangkasan produksi hingga akhir 2018 bertujuan memperketat pasokan di pasar sehingga mendorong kenaikan harga minyak. Meski Amerika Serikat tidak turut serta pangkas produksi, persediaannya turun 6,9 juta barel pada pekan lalu menjadi 412,65 juta barel.

"Produksi AS tumbuh mengimbangi penurunan minyak OEPC dan negara non OPEC sehingga seimbangkan pasar," ujar Analis Again Capital Kilduff.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Harga Minyak Tertekan pada Perdagangan Kemarin

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Sebelumnya, harga minyak sedikit turun pada perdagangan Kamis. Pelaku pasar waspada langkah penurunan produksi dari negara-negara anggota organisasi eksportir minyak (OPEC) akan mendorong kenaikan harga sehingga mendorong negara-negara yang tak ikut dalam kesepakatan untuk meningkatkan pasokan.

Mengutip Reuters, Jumat 19 Desember 2018, harga minyak mentah Brent, yang menjadi patokan global, turun 7 sen menjadi US$ 69,31 per barel. Pada hari Senin kemarin, harga minyak jenis ini menyentuh level US$ 70.37, yang merupakan tertinggi sejak Desember 2014.

Sedangkan untuk harga minyak mentah AS turun 2 sen menjadi US$ 63,95 per barel, setelah mencapai level tertinggi sejak Desember 2014 pada hari Selasa.

Brent telah meningkat dari US$ 61 per barel pada awal Desember menjadi di atas US$ 70 per barel pada pekan ini. Beberapa analis mengatakan bahwa reli tersebut mungkin akan kehabisan tenaga dan nantinya akan ada pembalikan yang cukup besar.

Harga minyak mampu menyentuh level tertinggi sejak 2014 karena adanya pemotongan pasokan yang dipimpin oleh OPEC dan juga kekhawatiran akan kerusuhan di beberapa negara eksportir seperti Nigeria.

Namun harga minyak yang terus melambung ini dikhawatirkan akan membuat produsen minyak yang tidak bergabung dengan OPEC akan berlomba-lomba meningkatkan produksi sehingga membuat pasokan di pasar kembali terlalu banyak jika dibandingkan dengan permintaan.

"Oleh karena itu keuntungan yang dibukukan sekarang akan lebih terbatas," jelas analis Forex.com, Fawad Razaqzada.

"Produsen minyak sudah pasti akan meningkatkan produksinya beberapa bulan mendatang," lanjut dia

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya