Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran teknologi digital saat ini turut mempengaruhi situasi ekonomi global. Negara-negara dunia mau tak mau harus berhadapan dengan kenyataan itu serta beradaptasi agar dapat mengikuti perkembangan zaman.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (Managing Director Internasional Monetary Fund/IMF), Christine Lagarde, berpendapat perkembangan teknologi telah berdampak langsung terhadap bidang ekonomi dan memunculkan revolusi digital.
Advertisement
Baca Juga
"Revolusi digital telah terjadi dan mengubah struktur ekonomi global. Sebagai contoh, kehadiran transaksi digital yang banyak diterapkan saat ini," ungkapnya dalam acara konferensi internasional tingkat tinggi (High Level Internasional Conference) bertemakan "Models ini a Changing Global Landscape" di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Namun begitu, Lagarde mengutip hasil penelitian McKinsey yang menyebutkan, lebih dari 60 persen pekerjaan saat ini akan tergantikan oleh kemudahan yang ditawarkan teknologi berupa digitalisasi, artificial intelligent, dan robotik.
Keberagaman ekosistem digital di Tanah Air dengan sekitar 1.700 start up juga tak lepas dari pantauannya. Dia turut memuji keberadaan Go-Jek sebagai salah satu start up yang menurutnya telah memberikan berbagai pelayanan dalam bentuk online.
"Kita harus bisa memanfaatkan revolusi digital ini sebaik mungkin, serta harus dapat beradaptasi secepatnya dengan kemajuan tersebut," ucap Lagarde.
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani: Robot Gantikan Manusia, Pengangguran Makin Bertambah
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, seluruh negara anggota G20 sangat konsen pada persoalan pengangguran yang terjadi di seluruh dunia. Pertumbuhan ekonomi yang diciptakan tak mampu mengurangi jumlah pengangguran secara signifikan karena pergeseran teknologi.
Hal ini disampaikan Sri Mulyani usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Hangzhou, China 4-5 September 2018. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku topik pengangguran merupakan salah satu bahasan yang menyita perhatian para pemimpin negara anggota G20.
"Seluruh negara menghadapi situasi ada lo pertumbuhan ekonomi, tapi tidak menciptakan lapangan kerja," kata Sri Mulyani di Jakarta, seperti ditulis Kamis (8/9/2016).
Penyebabnya, diakui Sri Mulyani, karena terjadi otomatisasi penggunaan robot dengan biaya lebih murah. Selain itu, perubahan digital ekonomi yang menyebabkan seluruh efisiensi, di antaranya biaya transaksi.
"Itu berarti menghilangkan banyak sekali orang yang selama ini kerja di situ. Jadi, kehilangan penciptaan tenaga kerja karena ada efisiensi teknologi," kata dia.
Pemerintah, ucap dia, harus berupaya menciptakan lapangan kerja lewat program-program pemerintah, seperti melalui program padat karya meskipun hanya bersifat sementara (temporer). Perlu diingat, kata Sri Mulyani, kesempatan kerja yang lebih permanen dan berkelanjutan diciptakan sektor swasta.
"Pemerintah bisa bantu (ciptakan lapangan kerja), tapi akan menghadapi APBN yang makin gemuk dan tidak sustainable. Jadi bagaimana membuat dunia usaha punya ruang seluas-luasnya dan mendapatkan kemudahan menjadi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi," tutur dia.
Oleh karena itu, atas dasar inilah, pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati target tingkat pengangguran sebesar 5,6 persen di Rancangan APBN 2017. "Target pengangguran 5,6 persen dan tingkat kemiskinan 10,5 persen di tahun depan adalah angka yang lebih realistis," ucap Sri Mulyani.
Sekadar informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan penurunan jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 430 ribu orang selama setahun (Februari 2015-Februari 2016). Pencapaian tersebut ditopang perbaikan ekonomi dengan pertumbuhan 4,92 persen di kuartal I 2016 dibanding periode sama sebelumnya 4,73 persen.
Kepala BPS Suryamin mengungkapkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2016 sebesar 5,50 persen sebanyak 7,02 juta orang. Realisasi angka pengangguran ini menurun 430 ribu orang sebanyak 7,45 juta orang dengan TPT 5,81 persen di Februari 2015.
Data lain menunjukkan, dari 187,6 juta penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), sekitar 127,7 juta orang di antaranya aktif dalam kegiatan ekonomi atau jumlah angkatan kerja. Sedangkan 59,93 juta orang lainnya bukan merupakan angkatan kerja.
Jumlah angkatan kerja menurun 630 ribu orang dari periode Februari 2015 yang sebanyak 128,30 juta orang. Sementara jumlah yang bukan angkatan kerja justru naik dari sebelumnya 56,30 juta orang.
"Dalam setahun terakhir TPT turun dan jumlah penganggur berkurang sebanyak 430 ribu orang," katanya.
Menurut Suryamin, penurunan angka pengangguran di Indonesia dalam kurun waktu setahun ini karena perbaikan ekonomi. Saat penyerapan tenaga kerja di sektor primer, seperti pertanian, manufaktur atau industri, dan konstruksi merosot, katanya, sektor perdagangan dan jasa kemasyarakatan lain menopang lebih banyak tenaga kerja sehingga pengangguran susut.
"Memang perbaikan ekonomi di kuartal I 2016 ini sangat membantu, karena ketika di manufaktur atau industri sedang ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), ada sektor lain yang sanggup menyerap tenaga kerja pada tataran menengah ke bawah," jelas Suryamin.
Advertisement