Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno menyoroti laporan keuangan BUMN yang masih mengalami kerugian, di antaranya Garuda Indonesia. Rini mengimbau seluruh direksi BUMN naik pesawat Garuda jika melakukan kunjungan kerja ke luar kota maupun luar negeri.
Rini mengungkapkan, pada 2016, BUMN yang masih merugi sebanyak 24 perusahaan. Kemudian pada 2017, jumlah tersebut menurun menjadi 12 perusahaan. Salah satu yang masih merugi yaitu Garuda Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
"Promosi saya terutama untuk Garuda Indonesia dan Citilink, semuanya harus naik Garuda dan Citilink. Walaupun, tadi saya minta maaf mesti naik Sriwijaya karena tidak ada Garuda sama Citilink," ujar dia di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Minggu (25/3/2018).
Sementara di tahun ini, Rini ingin perusahaan pelat merah mulai membenahi kinerjanya sehingga bisa menghasilkan keuntungan dan membuat perusahaan menjadi lebih sehat. Pada 2018 ini, ditargetkan total keuntungan yang didapatkan oleh BUMN yaitu sebesar Rp 173 triliun, atau naik 10 persen dari tahun lalu.
"Target kita semua tidak ada yang rugi, dalam arti semua BUMN sehat, harus mencetak keuntungan dengan sehat. Jadi Insyaallah akhir 2018 tidak ada yang rugi," ungkap dia.
Agar BUMN bisa bebas dari kerugian, lanjut Rini, salah satunya dengan melakukan sinergi dalam hal pengadaan barang. Dengan demikian, keuangan BUMN bisa lebih efisien.
"Yang utama, sinergi dalam hal logistik. Sinergi dalam hal pengadaan barang. Sehingga kalau satu grup membutuhkan barang yang sama, kita akan koordinasi harga yang paling baik yang mana," tandas Rini Soemarno.
Garuda Indonesia Masih Rugi Rp 2,9 Triliun di 2017
PT Garuda Indonesia Tbk membukukan pendapatan operasional sebesar US$ 4,2 miliar atau sekitar Rp 57,12 triliun selama 2017 (kurs Rp 13.600 per dolar AS). Realisasi ini naik 8,1 persen dibanding periode sebelumnya US$ 3,9 miliar, tapi masih merugi sebesar US$ 213,4 juta pada 2017.
Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury mengatakan, tren pertumbuhan pendapatan operasional ini salah satunya ditopang dari lini layanan penerbangan tidak berjadwal yang meningkat sebesar 56,9 persen menjadi US$ 301,5 juta pada 2017. Selain itu, sektor pendapatan lainnya (pendapatan di luar bisnis penerbangan dan subsidiaries revenue) naik 20,9 persen dengan membukukan pendapatan sebesar US$ 473,8 juta.
"Di 2017, kami menekan catatan kerugian dari kuartal I-2017 dari US$ 99,1 juta berkurang menjadi US$ 38,9 pada kuartal II-2017. Lalu mencetak laba bersih sebesar US$ 61,9 juta pada kuartal III yang naik 216,1 persen dibandingkan periode yang sama 2016," kata Pahala dalam keterangan resminya di Jakarta, seperti ditulis pada 27 Februari 2018.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini membukukan laba bersih US$ 70,4 juta pada semester II-2017. Terdiri dari laba bersih di kuartal III sebesar US$ 61,9 juta dan US$ 8,5 juta di kuartal terakhir tahun lalu. Capaian positif tersebut sejalan dengan upaya perusahaan dalam menekan catatan kerugian hingga menjadi US$ 67,6 juta pada kinerja sepanjang tahun lalu.
Adapun perhitungan catatan kerugian tersebut di luar perhitungan biaya extraordinary items, yang terdiri dari tax amnesty dan denda sebesar US$ 145,8 juta. Itu merupakan manajemen kebijakan jangka panjang dalam menyehatkan kondisi keuangan perusahaan.
Partisipasi pada program tax amnesty menjadi komitmen Garuda Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan pajak yang tertunda sampai dengan 2015. Dengan demikian, bila ditambahkan dengan biaya tax amnesty dan denda pengadilan, maka total kerugian pada 2017 sebesar US$ 213,4 juta.
Jika dihitung dengan asumsi kurs Rp 13.600 per dolar AS, maka nilai kerugian maskapai tersebut sekitar Rp 2,9 triliun.
Pahala menambahkan, grup Garuda Indonesia sudah mengangkut sebanyak 36,2 juta penumpang pada 2017. Terdiri dari 24 juta penumpang Garuda Indonesia dan 12,3 juta penumpang Citilink. Jumlah tersebut meningkat 3,5 persen dibanding realisasi 2016 sebanyak 35 juta penumpang.
"Tren pertumbuhan trafik penumpang internasional di Garuda Indonesia sebesar 8,1 persen di 2017 dan Citilink mencatatkan pertumbuhan penumpang sebesar 10,8 persen," pungkas mantan Direktur Keuangan PT Bank Mandiri Tbk itu.
Advertisement