Liputan6.com, Jakarta PT Garuda Indonesia Tbk akan melayani penerbangan langsung rute Jakarta-Sorong (Pulang Pergi/PP) pada Sabtu pekan depan, 10 Maret 2018. Upaya ini memperluas jaringan penerbangan dan untuk memberikan kemudahan akses, serta mendukung kenaikan kunjungan wisatawan ke ujung Timur Indonesia.Â
Direktur Marketing & IT Garuda Indonesia, Nina Sulistyowati mengatakan dibukanya rute penerbangan Jakarta-Sorong (PP) akan semakin memudahkan para wisatawan, baik dari mancanegara maupun lokal untuk dapat menjangkau secara langsung kawasan wisata bahari Raja Ampat yang sudah sangat terkenal di dunia.
Advertisement
Baca Juga
“Kota Sorong merupakan kota ke-6 di Provinsi Papua yang kami layani setelah Biak, Jayapura, Timika, Merauke, dan Manokwari. Kami harap dengan banyaknya pilihan rute ke berbagai kota di Papua tersebut akan semakin menggerakan dan meningkatkan ekonomi lokal," kata dia dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (4/3/2018).Â
Frekuensi penerbangan Garuda Indonesia Jakarta-Sorong ini satu kali setiap harinya dengan menggunakan pesawat jenis B737-800NG yang berkapasitas 162 tempat duduk. Terdiri dari 12 kelas bisnis dan 150 kelas ekonomi.
Penerbangan dari Jakarta menuju Sorong menggunakan GA 682 berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada pukul 00.20 WIB, dan akan tiba di Bandara Domine Eduard Osok, Sorong pada pukul 06.35 WIT. Kemudian penerbangan dari Sorong menuju Jakarta akan dilayani dengan menggunakan GA 683 yang akan berangkat dari Sorong pada pukul 07.25 WIT, dan akan tiba di Jakarta pada pukul 08.55 WIB.
Penerbangan Garuda Indonesia Jakarta-Sorong (PP) tersebut melengkapi rute penerbangan Makassar-Sorong, Manado-Sorong dan Ambon-Sorong yang sebelumnya telah dilayani. Frekuensinya setiap hari satu kali dengan menggunakan pesawat jenis Bombardier CRJ1000NG berkapasitas 96 tempat duduk (kelas ekonomi).Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Garuda Indonesia Masih Rugi Rp 2,9 Triliun di 2017
PT Garuda Indonesia Tbk membukukan pendapatan operasional sebesar US$ 4,2 miliar atau sekitar Rp 57,12 triliun selama 2017 (kurs Rp 13.600 per dolar AS). Realisasi ini naik 8,1 persen dibandingkan periode sebelumnya US$ 3,9 miliar, tapi masih merugi sebesar US$ 213,4 juta pada 2017.Â
Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury mengatakan, tren pertumbuhan pendapatan operasional ini salah satunya ditopang dari lini layanan penerbangan tidak berjadwal yang meningkat sebesar 56,9 persen menjadi US$ 301,5 juta pada 2017. Selain itu, sektor pendapatan lainnya (pendapatan di luar bisnis penerbangan dan subsidiaries revenue) naik 20,9 persen dengan membukukan pendapatan sebesar US$ 473,8 juta.
"Di 2017, kami menekan catatan kerugian dari kuartal I-2017 dari US$ 99,1 juta berkurang menjadi US$ 38,9 pada kuartal II-2017. Lalu mencetak laba bersih sebesar US$ 61,9 juta pada kuartal III yang naik 216,1 persen dibandingkan periode yang sama 2016," kata Pahala dalam keterangan resminya di Jakarta, seperti ditulis Selasa (27/2/2018).Â
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini membukukan laba bersih US$ 70,4 juta pada semester II-2017. Terdiri dari laba bersih di kuartal III sebesar US$ 61,9 juta dan US$ 8,5 juta di kuartal terakhir tahun lalu. Capaian positif tersebut sejalan dengan upaya perusahaan dalam menekan catatan kerugian hingga menjadi US$ 67,6 juta pada kinerja sepanjang tahun lalu.
Adapun perhitungan catatan kerugian tersebut di luar perhitungan biaya extra ordinary items, yang terdiri dari tax amnesty dan denda sebesar US$ 145,8 juta. Itu merupakan manajemen kebijakan jangka panjang dalam menyehatkan kondisi keuangan perusahaan.
Partisipasi pada program tax amnesty menjadi komitmen Garuda Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan pajak yang tertunda sampai dengan 2015. Dengan demikian, bila ditambahkan dengan biaya tax amnesty dan denda pengadilan, maka total kerugian pada 2017 sebesar US$ 213,4 juta.Â
Jika dihitung dengan asumsi kurs Rp 13.600 per dolar AS, maka nilai kerugian maskapai tersebut sekitar Rp 2,9 triliun.Â
Pahala menambahkan, grup Garuda Indonesia sudah mengangkut sebanyak 36,2 juta penumpang pada 2017. Terdiri dari 24 juta penumpang Garuda Indonesia dan 12,3 juta penumpang Citilink. Jumlah tersebut meningkat 3,5 persen dibanding realisasi 2016 sebanyak 35 juta penumpang.
"Tren pertumbuhan trafik penumpang internasional di Garuda Indonesia sebesar 8,1 persen di 2017 dan Citilink mencatatkan pertumbuhan penumpang sebesar 10,8 persen," pungkas mantan Direktur Keuangan PT Bank Mandiri Tbk itu.Â
Advertisement