Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan 0,25 persen usai rapat pada 20-21 Maret 2018. Suku bunga acuan the Federal Reserve menjadi 1,5 persen-1,75 persen. Ini sesuai dengan prediksi pelaku pasa.
Beberapa negara lain antara lain Inggris, Kanada hingga Australia juga diketahui sudah menaikkan suku bunga.Lalu, apakah Indonesia akan ikut menaikkan suku bunga?
Deputi Gubernur Senior Bank Indoneasia (BI), Mirza Adityaswara mengatakan, BI sebagai bank sentral Indonesia tidak akan ikut menaikkan suku bunga meskipun banyak negara lain yang sudah menaikkan suku bunga bahkan sejak 2017.Ia menjelaskan, Indonesia belum sampai pada kondisi harus menaikkan suku bunga sebab inflasi masih berada pada kisaran aman.
Advertisement
"Kenapa kita bisa menurunkan bunga sementara Amerika Serikat naikkin bunga? Karena inflasi dan defisit terjaga," kata Mirza, di Kompleks Gedung BI, Jakarta Pusat, Senin (2/4/2018).
Baca Juga
Mirza memperkirakan, lebih banyak negara yang akan menaikkan suku bunga pada 2018 dibanding 2017.
"Amerika Serikat jelas sudah naik, Korea, Inggris sudah naik tahun 2017 dan 2018 ini mungkin masih naik sekali lagi, Kanada sudah naik beberapa kali dan 2018 April ini menurut kami Kanada akan naik lagi, Australia udah naik dan mungkin akan naik lagi tahun ini. Kita lihat bahwa tahun 2018 ini lebih banyak negara yang naikin bunga dibandingkan tahun 2017," ujar dia.
Mirzha mengungkapkan, inflasi dalam tiga tahun terakhir ini terbilang cukup baik yakni berada pada kisaran 3-3,6 persen. Hal tersebut melatarbelakangi BI untuk tidak ikut menaikkan suku bunga.
"Karena inflasi baik itulah kenapa BI walapun Bank Dunia menaikkan bunga, BI bisa menurunkan bunga," ujar dia.
Mirza menuturkan, BI tidak semata-mata mengambil keputusan untuk tidak menaikkan suku bunga.
"Jadi BI menurunkan bunga harus ada fakta fundamentalnya. Jadi walaupun Amerika Serikat naikkin bunga 5 kali tahun lalu, BI bisa nurunin bunga karena inflasinya berada pada level batas bawah," kata dia.
"Nah 2018 hingga 2020 range dari inflasi target pemerintah adalah 2,5 sampai 4,5 persen, jadi walau inflasinya terakhir ini 3,2 persen year on year kami melihat bahwa inflasi tersebut pada level yang kami comfortable (nyaman)," tambah dia.
Reporter: Yayu Agustini
Sumber: Merdeka.com
The Fed Naikkan Suku Bunga
Sebelumnya, Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan 0,25 persen usai rapat pada 20-21 Maret 2018. Suku bunga acuan the Federal Reserve menjadi 1,5 persen-1,75 persen. Ini sesuai dengan prediksi pelaku pasar.
Hasil pertemuan tersebut juga menyoroti keyakinan tumbuh usai reformasi pajak di AS dan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta inflasi. The Federal Reserve diperkirakan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali lagi pada 2018, dan akan lebuh agresif.
Hasil pertemuan the Federal Reserve di bawah pimpinan Jerome Powell menunjukkan, inflasi akan bergerak lebih tinggi usai target di bawah dua persen. Pertumbuhan ekonomi baru-baru ini The Federal Reserve juga menaikkan perkiraan tingkat netral untuk pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Pada tingkat level tersebut dengan tidak mempercepat atau menaikkan pertumbuhan ekonomi. Ini sinyal suku bunga akan naik secara bertahap.
"Prediksi ekonomi baru-baru ini menguat,” tulis pernyataan the Federal Reserve.
Powell menuturkan, pihaknya akan tetap berada di jalur untuk menaikkan suku bunga secara bertahap. Selain itu juga mewaspadai inflasi.
"Kami mencoba mengambil jalan tengah di sini,” ujar dia saat konferensi pers.
Adapun kenaikan suku bunga ini seperti yang diperkirakan pasar. Pada hasil poling Reuters 5-13 Maret 2018 menyebutkan 104 ekonom menyatakan bank sentral AS akan menaikkan suku bunga.
Bursa saham AS menguat usai pernyataan the Federal Reserve tersebut. Akan tetapi, bursa saham AS harus berakhir di zona merah. Sedangkan imbal hasil surat berharga AS kembali pulih. Indeks dolar AS pun tertekan terhadap sejumlah mata uang utama lainnya.
"Prediksi mengenai kenaikan suku bunga ke depannya lebih agresif. Sepertinya pada 2019, kita akan melihat kenaikan suku bunga lebuh cepat. Gubernur The Fed yang baru ini juga sepertinya lebih agresif,” ujar Matt Miskin, Market Stretegist John Hancock Investments, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis 22 Maret 2018.
Kenaikan suku bunga dilakukan usai krisis keuangan pada 2007-2009. Pada tahun lalu, the Federal Reserve menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali.
Kebijakan pemerintah dengan reformasi pajak, harga merosot dan tekanan upah mendorong sejumlah pejabat the Federal Reserve berspekulasi akan menarik lebih banyak tenaga kerja. Beberapa mengkhawatirkan inflasi bisa naik jauh di atas target the Federal Reserve.
"The Federal Reserve tampaknya mendapatkan kepercayaan,” ujar Brian Coulton, Ekonom Fitch Rating.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement