Konsumsi Sayuran dan Buah Masyarakat RI Masih di Bawah Standar FAO

Sejak tiga sampai empat tahun lalu produsen benih sayuran telah mengembangkan teknologi untuk meningkatkan kandungan gizi dalam tanaman.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Apr 2018, 10:25 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2018, 10:25 WIB
Ilustrasi sayur dan buah.
Ilustrasi sayur dan buah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center Institut Pertanian Bogor (IPB) melansir data konsumsi sayuran dan buah-buahan masyarakat Indonesia.

Data tersebut menyebut konsumsi masyarakat Indonesia masih rendah, bahkan di bawah standar Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Survei kami konsumsi buah dan sayuran baru mencapai 180 gram per kapita per hari, padahal standar WHO 400 gram per kapita per hari," ujar Direktur SEAFAST Center, IPB, Prof Nuri Andarwulan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Menurut Nuri, data tersebut tidak jauh berbeda dengan survei sebelumnya pada 2014. Bahkan dalam standar WHO merinci dari 400 gram per kapita per hari tersebut sebanyak 250 gram sayuran dan 150 gram buah-buahan.

‎Demikian pula dengan publikasi terkini Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya penurunan konsumsi sayuran dan buah-buahan masyarakat Indonesia. Hal ini tentunya akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk meningkatkan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi buah-buahan dan sayuran.‎

‎Selain itu, pengetahuan masyarakat untuk mengonsumsi sayuran dan buah-buahan juga masih sangat terbatas, seperti sayuran terbanyak masih didominasi bayam, kakung, dan kol, sedangkan untuk buah-buahan paling banyak masih pisang.

"Padahal masih banyak jenis dan ragam sayuran dan buah-buahan agar menu yang disajikan di meja makan lebih beragam dan bervariasi. Tentunya ini akan mendorong dalam keluarga khususnya anak-anak mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan," jelas dia.‎

Nuri mengatakan, ragam buah-buahan dan sayuran yang dipasok petani jauh lebih dari cukup sehingga menjamin ketersediaan dan keterjangkauan di pasar. "Seharusnya hal ini dapat direspons masyarakat untuk memulai gaya hidup sehat," kata dia.

 

Pengembangan Teknologi Sayuran

ilustrasi sayur dan buah
ilustrasi sayur dan buah. (Foto: iStockphoto)

Sementara itu, ‎Ketua Asosiasi Produsen Benih Hortikultura Indonesia (Hortindo) Afrizal Gindow mengatakan, sejak tiga sampai empat tahun lalu produsen benih sayuran telah mengembangkan teknologi untuk meningkatkan kandungan gizi dalam tanaman.

"Melalui teknologi DNA Marker dapat meningkatkan kandungan zat likopen yang memang terdapat di dalam tanaman tomat. Likopen ini penting sebagai zat untuk mencegah kanker," ungkap Afrizal.

Dalam rangka meningkatkan konsumsi sayuran di masyarakat, kata Afrizal, pentingnya pemerintah menggiatkan kampanye memasak sayuran, caranya mungkin dapat dibuat lomba resep makanan terbuat dari sayuran dan buah-buahan.

"Dalam kemasan benih sayuran Ewindo misalnya terdapat resep untuk membuat makanan/ minuman. Hal ini ditujukan agar masyarakat dapat membuat variasi ragam makanan/ minuman dari bahan sayuran," ujar Afrizal.

‎Marketing and Sales Director PT East West Seed Indonesia (Ewindo) ini juga ‎membenarkan data yang disampaikan SEAFAST Center-IPB. Bahkan, konsumsi sayuran dan buah-buahan masyarakat Indonesia masih jauh lebih rendah dari target Organisasi Pangan Dunia (FAO) sebanyak 80 kilogram per tahun per orang.‎

Afrizal juga mengakui pemahaman soal sayuran di masyarakat juga masih terbatas hanya mengenal sayuran daun, tetapi belum banyak yang mengetahui sayuran buah, seperti paria dan gambas.

"‎Kalau saya melihat turun bahkan rendahnya konsumsi sayuran dan buah-buahan lebih disebabkan kebosanan dalam mengonsumsi hal yang itu-itu saja. Padahal di sejumlah negara sudah banyak yang mengembangkan ragam dan variasi olahan dari produk sayuran dan buah-buahan," jelas dia.

Afrizal juga menyampaikan, saat ini sudah banyak ragam sayuran yang selama ini hanya terdapat di luar negeri, sekarang ini sudah dapat diproduksi di Indonesia serta dipasarkan dengan harga yang terjangkau, sebagai contoh produk letus dan brokoli.

"Dengan teknologi irigasi teknis serta bertanam di dalam screen house akan membuat sayuran yang selama ini sulit dikembangkan di Indonesia. Saat ini dengan mudah ditemui di pasar tradisional dan pasar modern (supermarket)," tandas dia.‎

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya