DJP: UMKM Orang Pribadi Tak Wajib Buat Pembukuan Selama 7 Tahun

UMKM Wajib Pajak Orang Pribadi tidak wajib membuat pembukuan selama maksimal 7 tahun

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 27 Jun 2018, 18:45 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2018, 18:45 WIB
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama (Liputan6.com/Fiki Ariyanti)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan dalam aturan pajak UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang tertuang dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 meminta UMKM membuat pembukuan. Selain memudahkan penghitungan pajak, pembukuan ini juga untuk meningkatkan kelas UMKM.

Namun pembukuan ini masih dikeluhkan oleh pelaku UMKM, terutama kategori usaha mikro yang memiliki omzet tidak lebih dari Rp 300 juta per tahun. 

Menanggapi hal ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama menjelaskan, untuk usaha mikro yang sifatnya pribadi, tidak diwajibkan membuat pembukuan selama maksimal 7 tahun sejak terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP), selain tarif pajak UMKM diturunkan menjadi 0,5 persen. 

"Jadi jangan khawatir, kalau yang pribadi itu diberi waktu sampai 7 tahun dan yang sudah PT diberi waktu 3 tahun untuk tidak wajib mebuat pembukuan," terangnya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (27/6/2018).

Namun selama itu, DJP akan melakukan pendampingan kepada UMKM untuk pengembangan bisnisnya dan mampu membuat pembukuan. Dengan adanya pembukuan, Hestu Yoga mengklaim bisa menjadi modal untuk UMKM tersebut naik kelas.

Dia menambahkan, UMKM sulit mendapatkan permodalan di perbankan karena tidak adanya pembukuan bisnis secara lengkap. Oleh karena itu, diharapkan nantinya UMKM semakin mudah dalam mendapat akses permodalan sehingga mampu naik kelas.

 

Selanjutnya

Dorong Produk UMKM Melalui Pasar Kita
Kerajinan tas dipajang pada Pasar Kita oleh Sahabat UMKM di Lippo Mall Puri, Jakarta, Sabtu (10/3). Kegiatan Pasar Kita yang diikuti lebih dari 55 booth UMKM digelar pada 10-11 Maret. (Liputan6.com/Pool)

Lebih jauh Hestu Yoga mengatakan, UMKM saat ini menjadi objek pajak yang tidak boleh dikecualikan. Dikarenakan setiap tahun peran pajak dari sektor ini terus mengalami peningkatan.

"Jadi kesadaran mereka untuk berpartisipasi dalam membangun bangsa ini cukup besar, sehingga kita harus berikan akses mereka, namun kita berikan kemudahan, makanya tarif diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen," terangnya.

Dari data yang disampaikannya, kontribusi UMKM terhadap penerimaan negara terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2013, terdapat 220 ribu WP UMKM yang bayar pajak dengan total penerimaan Rp 428 miliar. Pada 2014, dari 532 ribu WP dengan penerimaan Rp 2,2 triliun, dan dengan 780 ribu WP dengan penerimaan Rp 3,5 triliun di 2015.

Angka penerimaan ini terus naik di 2016 dengan 1,4 juta WP mampu menghasilkan penerimaan Rp 4,3 triliun. Dan pada 2017, dengan 1,5 juta WP mampu berikan penerimaan ke negara sebesar Rp 5,8 triliun.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya