Menteri Bambang: Subsidi BBM Bisa Perlebar Ketimpangan

Ketimpangan sosial atau gini ratio masih menjadi persoalan di Indonesia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 19 Jul 2018, 20:07 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2018, 20:07 WIB
Anies-Sandi Targetkan Angka Kemiskinan DKI Turun 1 Persen
Kondisi pemukiman kumuh yang berada di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (2/2). Wagub DKI Jakarta, Sandiaga Uno mengatakan, angka kemiskinan di Jakarta saat ini sudah mencapai 3,77 persen. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badang Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro bicara mengenai penumpasan ketimpangan di Indonesia. Ia mengungkapkan kabar berupa turunnya gini ratio secara year-on-year dari 0,393 pada Maret 2017 menjadi jadi 0,389 pada Maret 2018.

Saat membahas ketimpangan, Bambang menyebut mengenai kebijakan yang menurutnya bisa memperlebar hal itu, yakni subsidi harga, salah satunya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Sampai 2014, kita masih menerapkan subsidi harga. Jadi kebijakan subsidi harga, terutama subsidi BBM, bisa mengurangi kemiskinan. Iya. tapi tidak optimal, dan bisa memperlebar ketimpangan," tutur Bambang pada acara diskusi media, Kamis (19/7/2018) di Jakarta.

Ia menjelaskan, subsidi seperti demikian tidak tepat sasaran. Alasannya, pihak yang seharusnya tak diberikan subsidi malah ikut menikmati. "Kenapa? Karena subsidi BBM itu kalau tidak ada pembatasan, maka bisa dinikmati tidak hanya oleh 40 persen terendah (secara ekonomi) tapi dinikmati 20 persen tertinggi," jelas Bambang.

"Ketika yang 20 persen tertinggi menikmati, maka akibatnya apa? Income riil dia akan naik lebih tinggi, karena biaya yang mereka keluarkan untuk bahan bakar, dalam hal ini beli bensin, menjadi lebih murah, padahal incomenya naik. Sehingga jadinya apa? Ketimpangan malah bisa jadi lebih melebar," tambah dia.

Bambang pun menyampaikan perubahan kebijakan pemerintah, dari subsidi harga, menjadi bantuan langsung agar tidak ada lagi kerancuan dalam bantuan pemerintah. Sebab, bila kebijakannya salah, maka ekonomi 20 persen teratas akan meningkat cepat, walaupun 40 persen terbawah meningkat.

Alhasil, ketimpangan terus terjadi."Karena itulah pemerintah beralih dari yang subsidi harga yang kadang-kadang tidak tepat sasaran menjadi bantuan langsung tepat sasaran," ucapnya.

Ia menjelaskan dengan pendekatan itu maka yang 20 persen tertinggi bisa berupaya sesuai kemampuan mereka, dan pemerintah bisa fokus ke kalangan yang membutuhkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya