Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution memprediksi pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5,3 persen pada kuartal II 2018.
"Saya perkiraannya antara 5,2 persen dan 5,3 persen. Antara itu, ya tingginya 5,3 persen, rendahnya 5,2 persen," ujar Darmin Nasution ketika ditemui, di kantornya, Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Dia menjelaskan, salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal II menjadi lebih baik adalah pergeseran waktu panen raya dari April dan Mei.
Advertisement
Baca Juga
"Panen kita itu bergeser dari kuartal 1 ke kuartal 2 tadinya Februari, Maret, tahun ini ke April-Mei. Itu akan mendorong pertumbuhan kuartal II relatif lebih tinggi. Apalagi kalau dihitung year on year, karena tahun lalu panen raya pada Maret. Tahun ini April, Mei," ujar dia.
"Ditambah tentu saja Pilkada waktu itu sudah lewat, ada dua event itu yang sebenarnya mendorong pertumbuhan lebih tinggi dibanding kuartal I," kata dia.
Pertumbuhan konsumsi pun diprediksi membaik pada kuartal II 2018. Darmin memperkirakan pertumbuhan konsumsi akan dapat menyentuh angka 5 persen.
"Sebetulnya ritel sudah membaik kalau berbagai indikator dilihat, tadinya 4,95 persen. Rasanya bisa masuk ke 5 persen, karena ada Lebaran di kuartal II  itu semua. Itu akan mendorong belanja orang," kata dia.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Pertumbuhan Ekonomi 2018 Diperkirakan Tumbuh 5 Persen
Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi masih belum tumbuh tinggi. Hingga akhir 2018, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan masih akan bertengger di angka 5 persen.
"Kelihatan masih flat ya. Sekitar antara 5 sampai 5,1 persen. Karena belum ada faktor yang membuat konsumen untuk berbelanja lebih banyak. Lebaran kemarin kan orang tidak terlalu banyak berbelanja," ungkap ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono, di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa 24 Juli 2018.
"Sampai akhir tahun situasi masih akan sama. Target semula, 5,4 persen kemudian dikoreksi ke 5,2 persen. Saya pikir 5,1 persen itu cukup fair," lanjut dia.
Selain itu, pelemahan rupiah yang saat ini terjadi dapat mendorong naiknya harga barang, khususnya yang diperoleh dari impor. Hal ini tentu akan menekan daya beli masyarakat.
"Sekarang salah satu problemnya adalah dolar AS menguat, rupiah melemah, beberapa barang yang mengandung impor pelan-pelan akan naik. Itu yang membuat daya beli masih lesu. Ada faktor persepsi. Ketika orang merasa ekonomi Indonesia akan melemah maka dia akan mengerem konsumsi. Uang ada, tapi tidak dibelanjakan," jelas Tony.
Tony menambahkan, dua gelaran akbar, yakni Asian Games dan IMF-World Bank Annual Meeting yang akan diselenggarakan pun tidak cukup kuat mendorong kinerja perekonomian di tahun ini.
"Kecil, sekitar 0,1 persen. Itu kan cuma event dua mingguan," ujarnya.
Meskipun begitu, Tony menegaskan bahwa dua gelaran ini tetap berdampak pada perekonomian, terutama sebagai bentuk investasi jangka panjang.
"Itu investasi untuk jangka panjang. Dampaknya positif. Ada dua. Pertama, spending saat diselenggarakan spending yang besar. Jangka panjang pembangunan infrastuktur. Kalau pertemuan IMF di Bali, dengan itu tourism akan lebih meningkat lagi," ujar dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement