Masalah Gizi Buruk Kronis Jadi Ancaman Bonus Demografi di 2030

Gizi buruk kronis dapat menjadi ancaman bagi generasi Indonesia di masa depan jika tidak segera dicegah.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Agu 2018, 10:03 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2018, 10:03 WIB
Tim DERU UGM
Tim DERU UGM melakukan mitigasi gizi buruk Asmat

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah anak yang mengalami gizi buruk kronis menahun atau stunting di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis, anak stunting tidak hanya dialami oleh keluarga yang miskin dan kurang mampu, tetapi juga dialami oleh keluarga yang tidak miskin yang berada di atas 40 persen tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken mengatakan, untuk menanggulangi angka stunting di Indonesia, pemerintah memasukkan penurunan stunting menjadi target Program Kerja Menengah Nasional Pemerintah 2015-2019.

“Masyarakat belum banyak yang mengenal apa itu stunting. Pertumbuhan anak yang terhambat sering dianggap sebagai faktor keturunan saja sehingga diabaikan," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (8/8/2018).

Niken meminta orang tua untuk memantau proses tumbuh kembang anak terutama di masa 1.000 hari pertama kehidupan. Menurut dia, hidup bersih dan sehat juga merupakan salah satu kunci untuk memastikan pertumbuhan anak yang maksimal agar anak dapat terhindar dari Stunting.

“Stunting dapat menjadi ancaman bagi generasi Indonesia di masa depan jika tidak segera dicegah. Indonesia akan melewatkan masa bonus demografi hingga tahun 2030 dengan tidak optimal karena tidak dapat menciptakan generasi emas Indonesia,” lanjut dia.

Stunting merupakan masalah gizi buruk kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.

Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk mengenail tanda-tanda anak mengamali stunting yaitu antara lain, anak bertubuh lebih pendek untuk anak seusianya, Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/ kecil untuk usianya, pubertas terlambat dan performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Angka Stunting Tertinggi

Tim DERU UGM
Tim DERU UGM melakukan mitigasi gizi buruk Asmat

Salah satu wilayah di Indonesia dengan angka stunting tertinggi adalah kabupaten Ogan Komering ilir. Angka stunting kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menurut Riskesdas Tahun 2013 mencapai 40,5 persen atau hampir setengah balita di OKI mengalami stunting. Bahkan, angka ini di atas angka stunting nasional 37 persen.

Semakin muda usia perkawinan, semakin besar risiko melahirkan bayi stunting. Kasus stunting yang terjadi di keluarga miskin sebesar 48,4 persen dan pada keluarga kaya sebesar 29,0 persen.

"Permasalahanya, para ibu sering kali memiliki pengetahuan yang minim dalam pengasuhan anak sejak dalam kandungan," kata Niken.

Faktanya saat ini 60 persen dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif. Sebanyak 2-3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima MP-ASI. Data lain menyebutkan 2-3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai. Sebanyak 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).

Menurut Niken, tingkat kehadiran anak di Posyandu yaitu dari 79 persen di 2007 menjadi 64 persen di 2013, menjadikan program-program kesehatan dari pemerintah untuk anak usia dini seringkali tidak diterima secara maksimal. Termasuk di dalamnya program pelayanan imunisasi yang memadai.

“Jika stunting tidak segera ditanggulangi maka bonus demografi ini akan menjadi sia-sia. Indonesia hanya akan memiliki banyak generasi muda yang tidak produktif. Hal ini dikarenakan stunting akan menghasilkan generasi yang serba kekurangan,” tandas Niken.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya