Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan langkah strategis untuk mengantisipasi puncak musim kemarau yang berdasarkan perkirakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terjadi pada Agustus dan September 2018. Sejumlah langkah antisipatif yang sudah dilakukan Kementan diyakini akan mampu menjaga produksi pertanian, khususnya padi.
"Seluruh pejabat kementan dan kita bersama sama turun ke lapangan untuk membantu petani langsung di lahan sawah mereka. Mencari sumber air dan mempertahankan pertanaman 1 juta hektar bulan Agustus ini agar tetap panen," ujar Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Jakarta, Senin (13/8/2018).
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Gatot Irianto menjelaskan, sejumlah langkah komprehensif sudah dilakukan, antara lain melakukan percepatan tanam pada daerah yang belum mengalami kekeringan, penggunaan bibit padi khusus untuk lahan kering, serta penerapan teknologi dan mekanisasi untuk penyediaan air.
Advertisement
Baca Juga
Secara kelembagaan Kementan juga meningkatkan sosialisasi dan koordinasi kepada seluruh pemangku kepentingan di setiap daerah.
Secara umum, Gatot menyatakan jika musim kekeringan seharusnya tidak selalu dipandang sebagai sesuatu yang buruk. Menurut dia, justru banyak peluang dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi jika dikelola dengan baik.
Gatot menambahkan,salah satunya adalah kesempatan untuk memanfaatkan areal pertanaman di rawa. Rawa yang semula tinggi muka air 1 meter, pada musim kering turun menjadi 20-30 cm, sehingga menjadi peluang untuk wilayah tanam baru.
“Selain itu, musim kemarau bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin karena hasil panen lebih bagus, hama lebih sedikit, sinar matahari cukup baik untuk fotosintesis, dan kualitas gabah lebih baik,” jelas dia.
Hal tersebut juga didukung dengan data luas pertanaman pertanaman tahun ini yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya.
Dibanding bulan Oktober-Juli 2016/2017, pertanaman di bulan yang sama tahun 2017/2018 ini surplus 738.524 hektar. Selain itu, luas petanaman bulan Juni sebagai awal kemarau tahun 2018 mencapai 984.234 hektare, juga masih lebih baik dibanding di bulan yang sama tahun lalu yakni seluasi 933.390 hektare.
“Peningkatan ini penting karena di beberapa tempat yang menurut BMKG mengalami kemunduran musim kemarau, Kementan berkomitmen melakukan percepatan tanam padi di beberapa wilayah, terutama yang masih bisa memanfaatkan hujan,” ungkap Gatot.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemanfaatan Teknologi
Sementara untuk beberapa wilayah yang memang sudah mengalami kekeringan, Kementan sudah melakukan langkah langkah dengan memanfaatkan hasil inovasi petanian yang cocok untuk dilakukan pada musim kering.
Salah satu contoh pertanaman lahan kering yang sudah dimulai adalah di lokasi petani binaan, Poktan Berkarya, di Kelurahan Lobusona, Kecamatan Rantau Selatan, Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Direktur Serelia, Ditjen Tanaman Pangan, Kementan Bambang Sugiharto menjelaskan pihaknya telah mendorong petani untuk menggunakan bibit unggul khusus lahan kering yakni Inpari 32.
"Wilayah Labuhan Batu menargetkan 10.000 ha perluasan areal tanam baru padi lahan kering selesai tanam bulan September 2018. Langkah ini untuk tetap menjaga produksi padi di daerah Sumatera Utara yang notabene nya sentra beras," papar dia.
Bambang juga menyatakan, alokasi bantuan Kementan untuk lahan kering di Sumatera Utara meliputi luas 124.701 hektar. Luas tertanam sampai dengan hari ini seluas 32.079 ha dengan, sehingga dibutuhkan target luas tambah tanam harian Agustus 2018 di Sumut minimal 3.500 ha.
Wilayah yang mempunyai potensi besar pertanaman padi lahan kering di Sumatera berada di Madina, Simalungun, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, dan Labuhan Batu Utara.
Secara Nasional, Bambang mengungkapkan penanaman padi di lahan kering ini juga menjadi salah satu cara untuk menjaga produksi padi nasional. Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menargetkan penanaman padi Gogo di lahan kering seluas 1 juta hektar.
"Lahan kering diharapkan sebagai potensi baru lahan pertanaman padi selain padi sawah mengingat mulai maraknya alih fungsi lahan di persawahan. Potensi pemanfaatan padi lahan kering bisa menggunakan lahan perkebunan, kehutanan maupun menggunakan tanaman sela," terang dia.
Advertisement
Bipori dan Sumur Suntik
Selain benih khusus lahan kering, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Dirjen Tanaman Pagan Kementan Yanuardi juga mendorong penerapan teknologi adaptasi untuk menanggulangi dampak kekeringan, di antaranya adalah penerapan Biopori dan Sumur Suntik.
Pembuatan lubang bipori selain untuk mengantisipasi terjadinya banjir dengan membuat air hujan cepat meresap ke dalam tanah, juga membuat tanah tidak cepat kehilangan air pada saat musim kemarau. Sementara, pembuatan sumur suntik diharapkan dapat menjadi alternatif sumber pengairan pada saat memasuki musim kemarau, terutama pada sawah tadah hujan.
“Kementan sudah memetakan wilayah-wilayah mana saja yang mendapat alokasi teknologi tersebut di 18 provinsi. Total alokasi 400 biopori dan sumur suntik. Aceh, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat misalnya mendapatkan teknologi Biopori, sementara sisanya menggunakan sumur suntik,” jelas dia.
Dipetakan bahwa, lokasi yang peluang kekeringan besar berada di jalur pantura Jawa karena menurunnya curah hujan. Namun, faktor lain juga perlu dihitung, yakni dengan memaksimalkan pemanfaatan sungai, embung, dan waduk yang masih banyak debit air dan bisa dilakukan pompanisasi.
Kementan juga sudah melakukan koordinasi massif di setiap daerah agar langkah antisipatif tersebut berjalan maksimal, yakni dengan mengerahkan babinsa, dinas pertanian, kodim, tim upaya khusus (upsus), dan Kantor Cabang Dinas (KCD). Selain itu upaya pengamanan standing crop bekerjasama dengan TNI agar hambatan di lapangan bisa diatasi.