Optimisme The Fed Bikin Rupiah Kembali ke Level 14.600 per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.598 per dolar AS hingga 14.628 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 27 Agu 2018, 11:45 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2018, 11:45 WIB
Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS
Petugas menunjukkan uang dolar AS di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini. Pidato dari Gubernur Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) menjadi penekan rupiah. 

Mengutip Bloomberg, Senin (27/8/2018), rupiah dibuka di angka 14.598 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.648 per dolar AS. Namun sesaat kemudian rupiah kembali melemah ke level 14.601 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.598 per dolar AS hingga 14.628 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 7,72 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.610 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan Jumat lalu yang ada di angka 14.655 per dolar AS.

Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra mengatakan, pidato Ketua The Fed Jerome Powell di Jackson Hole yang optimistis terkait outlook perekonomian di AS menopang dolar AS.

"Powell melihat laju inflasi masih tetap pada target yang diinginkan oleh The Fed yaitu dua persen," katanya dikutip dari Antara. 

Ia menambahkan The Fed juga menyatakan laju kenaikan suku bunga yang sudah dilakukan sejak Desember 2015 lalu tidak berubah, dengan catatan tidak ada perubahan yang signifikan terhadap perekonomian Amerka Serikat.

"Untuk tahun 2018 sendiri sudah terjadi dua kali kenaikan suku bunga The Fed dan akan terjadi dua kali lagi. Kenaikan terdekat diprediksi pada 27 September mendatang," katanya.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan mata uang kuat Asia, yakni yen Jepang dan dolar HongKong bergerak melemah terhadap dolar AS, situasi itu menjadi sentimen pelemahan bagi rupiah.

"Tetapi, kemungkinan rupiah dapat menguat meski tipis di tengah tidak adanya sentimen negatif dari dalam negeri," katanya.

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rupiah Melemah Bersama Mata Uang Lain

Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS
Petugas menunjukkan uang dolar AS di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Gubernur Bank Idnonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, kondisi pelemahan rupiah masih disebabkan oleh kondisi gejolak perekonomian dunia. Meski begitu, mata uang Garuda tersebut masih relatif terkendali apabila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.

"Kalau kita lihat masalah stabilisasi nilai tukar jangan liat rupiah sendiri. Bandingkan dengan negara lain juga, gonjang-ganjingnya kan seluruh dunia kena," ujarnya pada 24 Agustus 2018. 

Dalam kondisi ini juga rupiah tidak serta merta hanya dilihat dari nominalnya saja, melainkan tingkat persentase depresiasi. Di mana depresiasi rupiah juga dinilai jauh lebih rendah dari negara-negara lain.

Dia menyebutkan, hingga hari ini rupiah terdepresiasi 7 persen. Lebih rendah dari Rupee India yang 9 persen, Rand Afrika Selatan sekitar 13,7 persen, dan Real Brasil yang 18,2 persen. "Bahkan (Peso) Argentina dan (Lira) Turki yang terdepresiasi hingga dekati 40 persen," imbuhnya.

Meski demikian, sejumlah langkah telah diambil oleh bank sentral untuk meredam pelemahan mata uang Garuda tersebut. Salah satunya dengan kebijakan moneter, menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Agustus.

"Dari BI menaikkan suku bunga acuan supaya terjadi inflow (arus dana asing masuk). Sekarang inflow sudah mulai kembali, pembelian SBN khususnya long term investor sudah mulai masuk. Kemudian eksportir menjual dolar-nya," jelasnya.

Di sisi lain, BI juga terus melanjutkan intevensi ganda yakni dipasar valuta asing (valas) maupun di pasar Surat Berharga Negara (SBN). "Selain itu swap rate juga kami permudah, percepat, dan murah. Setiap hari eksportir dan pengusaha bisa memastikan kebutuhan valas maupun Rupiah (ke BI)," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya