Pemerintah Diminta Edukasi Masyarakat Soal Pentingnya Pertemuan IMF-Bank Dunia

Pemerintah sudah banyak melakukan persiapan sejak lama menyambut pertemuan akbar tahunan (annual meeting) International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (Bank Dunia) di Nusa Dua Bali.

oleh Merdeka.com diperbarui 03 Sep 2018, 14:12 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2018, 14:12 WIB
Ilustrasi Bank Dunia
Ilustrasi Bank Dunia. (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dinilai kurang melibatkan masyarakat sipil dalam menyambut pertemuan tahunan bank dunia di Bali. Indonesia terpilih menjadi tempat pertemuan akbar tahunan (annual meeting) International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (Bank Dunia) di Nusa Dua Bali pada Oktober.

Pemerintah sudah banyak melakukan persiapan sejak lama menyambut acara tersebut. Sayangnya, pemerintah dinilai kurang melibatkan peran serta masyarakat terutama masyarakat sipil selama proses persiapan.

Hal tersebut dikemukakan Hamong Santono dari INFID (International NGO Forum on Indonesian Development).

"Persiapan pemerintah tidak cukup melibatkan masyarakat sipil. Saya tidak tahu sebenarnya seperti apa, tetapi yang jelas tidak ada cukup komunikasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat sipil terkait dengan penyelenggaraan acara di Bali nanti," ujarnya dalam sebuah acara konfrensi pers di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (3/9).

Selama ini masyarakat dianggap belum cukup diedukasi perihal peran penting Bank Dunia terutama dalam pembangunan Indonesia. Padahal, Bank Dunia bisa menentukan nasib masyarakat Indonesia melalui intervensi kebijakan.

Dalam kesempatan serupa, Perwakilan Perkumpulan Prakarsa, Herni Ramdlaningrum mengatakan masyarakat seharusnya ikut dilibatkan sebab yang terkena dampak langsung dari kebijakan bank dunia adalah mereka.

"Padahal berdampak kepada masyarakat. Masyarkat harus memahami kebijakan yang dilemparkan," ujarnya.

Selama ini, lanjutnya, pemerintah tidak membuka ruang kepada masyarakat mengenai kebijakan bank dunia sehingga tidak ada celah untuk mengkritisi. Padahal, kebijakan yang diambil akan berdampak langsung kepada masyarakat.

"Pemerintah tidak membuka ruang dialog, seharusnya pemerintah melibatkan karena masyarakat lah yang terkena dampak-dampak dari kebijakan yang disepakati di forum tersebut," jelas dia.

Dia menegaskan, jika bank dunia masih ingin melakukan intervensi saat mereka mengucurkan dana kepada negara yang mereka beri pinjaman utang, maka sudah seharusnya masyarakat ikut terlibat.

"Bahwa jika IMF WB tetap melakukan intervensi, harus mengubah cara pandang mereka dan melibatkan civil society," dia menandaskan.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Koalisi Masyarakat Sipil Kritisi Kebijakan Bank Dunia dan IMF

Ilustrasi Bank Dunia
Ilustrasi Bank Dunia

Indonesia akan menjadi tuan rumah gelaran pertemuan tahunan (annual meeting) International Monetary Fund (IMF) World Bank di Nusa Dua Bali pada Oktober 2018 mendatang.

Acara akan berlangsung 12-14 Oktober 2018 dan akan dihadiri oleh delegasi resmi dari 189 negara sebanyak 3.000 orang, staff IMF sebanyak 1.500 orang, media dari seluruh dunia sekitar 1.000 orang, 1.000 observer, 5.000 investor serta pengunjung lainnya yang diperkirakan berjumlah 20.000 orang.

Hamong Santono dari INFID (International NGO Forum on Indonesian Development) mengatakan, lebih dari 15 organisasi masyarakat sipil di Indonesia bersepakat untuk mengadakan “People Summit on Alternative Development” sebagai respons atas Pertemuan Tahunan Bank Dunia dan IMF.

"People Summit on Alternative Development ini dimaksudkan antara lain untuk mengkonsolidasikan suara-suara dari masyarakat sipil nasional dan global yang selama tiga dekade kritis terhadap kebijakan dan program Bank Dunia dan IMF”, kata Hamong dalam sebuah acara konfrensi persi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (3/9/2018).

Dalam acara tersebut, akan mengangkat delapan tema yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak yaitu utang sejarah Bank Dunia dan IMF, kedua adalah anti korupsi, transparansi dan pendanaan pembangunan. Yang ketiga adalah pelayanan publik, inklusi dan keadilan gender.

Kemudian keempat adalah keadilan pajak dan penanggulangan ketimpangan, kelima Legally Binding Treaty Business and Human Rights bagi Lembaga Keuangan Internasional. Yang keenam Hak Asasi Manusia (HAM), infrastruktur publik dan industri pariwisata. Lalu yang ketujuh adalah ekonomi digital dan pekerjaan yang layak. Terakhir adalah mengenai perubahan iklim, dan Sumber Daya Alam (SDA).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya