Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-JK resmi merevisi naik tarif Pajak Penghasilan (PPh) 22 untuk 1.147 barang impor. Pengenaan tarif ini dikelompokkan menjadi tiga bagian pos tarif sesuai dengan tingkat kepentingan barang di dalam negeri.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, merinci satu per satu pos tarif tersebut. Pertama, untuk 719 pos tarif dinaikkan tarif 3 kali lipat dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen, karena termasuk barang konsumsi yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
"Kita berharap industri dalam negeri bisa melihat kesempatan ini," ujar Menteri Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Kedua, pemerintah juga akan merevisi tarif 218 barang yang sebelumnya dikenakan tarif 2,5 persen dinaikkan 4 kali lipat menjadi 10 persen. Kenaikan menjadi 10 persen ini dengan pertimbangan barang konsumsi dapat disubsitusi oleh produk dalam negeri.
"218 item, komoditas naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen barang konsumsi, karena mampu diproduksi atau disubsitusi barang dalam negeri. Karena selain itu, menggunakan barang impor akan lebih mahal," ujar dia.
Selanjutnya, pemerintah juga merevisi tarif barang impor kategori mewah sebanyak 210 barang dari sebelumnya dikenakan tarif 7,5 persen dinaikkan menjadi 10 persen.
"Kenaikan tarif 210 barang ini khusus untuk barang mewah," kata Sri Mulyani.
Sementara itu untuk 57 kategori barang impor untuk tujuan ekspor pemerintah memutuskan tidak akan melakukan revisi tarif atau tetap sebesar 2,5 persen. Hal ini untuk memenuhi barangnya sangat diperlukan dan tidak ada di dalam negeri.
"Kelompok komoditas 57 yang PPh 22 nya tetap 2,5 persen adalah barang-barang yang punya peranan besar untuk bahan baku. Memiliki peranan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan produksi sebagian dipakai cukup banyak," ujar dia.
Jadi pemerintah menyesuaikan tarif PPh pasal 22 terhadap 1.147 pos tarif antara lain:
1.210 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Itu termasuk dalam kategori ini barang mewah antara lain mobil CBU dan motor besar.
2.218 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri antara lain dispenser air, pendingin ruangan, lampu, keperluan sehari-hari antara lain sabun, sampo, kosmetik serta peralatan masak.
3.719 item komoditas darif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk dalam kategori ini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya bahan bangunan, ban, peralatan elektronik audio visual, produk tekstil yaitu overcoat, polo tshirt, dan swim wear.
Kebijakan untuk kendalikan impor melalui pajak penghasilan bukan kebijakan yang baru pertama kali dilakukan. Pemerintah pernah berlakukan kebijakan serupa pada 2013 dan 2015.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Pemerintah Dongkrak Pajak Impor 1.147 Komoditas
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menerbitkan aturan terbaru mengenai pengenaan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) 22 untuk barang impor.
Pemerintah secara resmi memutuskan sebanyak 1.147 barang impor dilakukan revisi tarif.
"Untuk komoditas non migas kami, mengidentifikasi barang-barang apa saja yang bisa kendalikan dalam situasi sekarang. Sebanyak 1.147 pos tarif akan kita lakukan tindakan pengendalian melalui instrumen PPh," ujar Sri Mulyani di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu 5 September 2018.
Sri Mulyani mengatakan, revisi tarif ini perlu dilakukan untuk mengendalikan impor barang dari luar negeri. Langkah ini diperlukan untuk menjaga defisit transaksi neraca berjalan yang berasal dari defisit neraca perdagangan.
"Jadi instrumen PPh ini dilakukan untuk mengendalikan impor dari barang barang. Kami melakukan penelitian dan kajian detail. Pengaruhnya seminim mungkin tidak untuk menghambat produksi industri dalam negeri," ujar dia.
Lebih lanjut, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menjamin, revisi tarif PPh impor ini tidak akan mengganggu produksi industri dalam negeri yang berorientasi ekspor. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
"Tindakan pengendalian impor melalui instrumen PPh, kami lakukan rutin langsung untuk mengendalikan impor barang-barang. Penelitian detail dilakukan bersama agar tidak memengaruhi ekonomi secara keseluruhan," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement